SBY: Bahaya, Intelijen Memfitnah Pihak Tertentu Menggerakkan Unjuk Rasa 4 November

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Rabu, 02 November 2016, 11:34 WIB
SBY: Bahaya, Intelijen Memfitnah Pihak Tertentu Menggerakkan Unjuk Rasa 4 November
Susilo B. Yudhoyono/net
rmol news logo Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberi sinyal bahwa saat ini ada informasi intelijen yang salah mengenai rencana gerakan massa pada Jumat 4 November mendatang.

Rencana gerakan massa dimaksud adalah rencana demonstrasi besar-besaran bertajuk "Aksi Bela Islam II" yang menuntut penegakan hukum atas calon gubernur DKI Jakarta (incumbent), Basuki Purnama alias Ahok, karena dugaan penistaan agama Islam.

Dia tegaskan lagi bahwa analisa pihak intelijen harus akurat, tidak menjadi intelijen yang "ngawur dan main tuduh". Ia mensinyalir, saat ini pihak intelijen menuduh dan mencurigai bahwa ada orang besar mendanai dan menggerakkan unjuk rasa 4 November.

Menurut dia, kalau sekarang ada analisa intelijen seperti itu maka akan sangat berbahaya. Intelijen seolah menuduh sebuah parpol atau seorang tokoh melakukan penggalangan massa untuk menggoyang stabilitas.

"Pertama, itu fitnah. Fitnah lebih kejam dari pembunuhan. Kedua, menghina, karena rakyat bukan kelompok bayaran. Urusan hati nurani tidak ada yang bisa mempengaruhi. Apalagi urusan akidah, banyak di dunia ini banyak yang rela korbankan jiwanya untuk akidah," katanya dalam acara jumpa pers di rumahnya, Cikeas, Jawa Barat, Rabu (2/11).  

Tidak hanya memfitnah, analisa intelijen yang seperti itu juga sudah termasuk kategori menghina orang yang dituduh.

"Kita tahu arab spring , tidak ada dikatakan penggeraknya. yang mengomandoi adalah handphone, social media, itulah era sekarang ini. Jadi jangan tiba-tiba simpulkan ini (aksi 4 November) ada yang mendanai dan menggerakkan," ujarnya.

SBY menyatakan ia tidak asal bicara sebelum membicarakan topik ini kepada publik. Ia mengaku lebih dulu mengumpulkan pandangan dan mengorek pendapat para penyelenggara negara.

"Sekali lagi karena saya ketahui dan dengar, setelah saya kroscek dan benar adanya, mudah-mudahanan yang saya dengar itu tidak benar, kalau ada analisa intelijen termasuk dari kepolisian bahwa ada pihak ini, parpol ini yang punya kepentingan gerakkan unjuk rasa besar itu," katanya.

Dia tegaskan, sangat bahaya jika ada intelligence failure dan intelligence error di Indonesia. Intelligence failure misalnya memberikan data intelijen yang  berlebihan atau kurang. Sedangkan intelligence error berarti mengambil data-data tidak akurat dari sembarang tempat seperti media sosial lalu membuat kesimpulan yang dangkal.

"Sangat bahaya negara dikendalikan kesalahan intelijen," tegasnya. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA