Secara tegas, Presiden ke-6 Indonesia itu menyatakan kesepakatannya bahwa unjuk rasa 4 November mendatang tidak boleh berjalan dengan kekerasan.
Namun yang ia sayangkan, sejauh ini terjadi kesalahan informasi yang disampaikan pihak intelijen. Hal itu terkait dengan tuduhan soal siapa "dalang" di balik rencana demonstrasi besar itu.
SBY akui, situasi politik terkini memang menghangat bukan hanya di DKI Jakarta tetapi juga di seluruh tanah air menjelang 4 November. Di hari-hari terakhir banyak terjadi pertemuan politik, misalnya antara Presiden Joko Widodo dengan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Kemarin pun ia bertemu Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menko Polhukam Wiranto.
"Banyak lagi saya pantau pertemuan-pertemuan politik termasuk statement para tokoh politik. Saya memandang semuanya itu baik, niatnya baik, dan jangan kalau ada pertemuan politik yang dilakukan mereka yang di luar kekuasaan lantas dicurigai," tegas SBY dalam acara jumpa wartawan di rumahnya, Cikeas, Jawa Barat, Rabu (2/11).
Dia tegaskan lagi bahwa pihak intelijen harus akurat, tidak berkembang menjadi analisa intelijen yang "ngawur dan main tuduh".
"Saya kira bukan intelijen seperti itu yang harus hadir di negeri ini. Amanat reformasi kita adalah mereformasi tatanan dan budaya yang terjadi di era otoritarian menjadi cara yang tepat dengan iklim dan suasana demokrasi. Sekaligus saya ingatkan bahwa era sekarang era demokrasi, bukan era otoritarian," lanjutnya.
Dia mengatakan, selama 10 tahun pemerintahannya, pihak intelijen tidak pernah memberikan informasi yang tidak akurat.
"Intelijen dulu tidak mudah melaporkan ke saya sesuatu yang tak akurat. Tidak main tangkap apalagi main tembak. Dulu saya juga tidak mudah menuduh, mencurigai, ada orang besar mendanai aksi unjuk rasa, ada orang besar menggerakkan unjuk rasa," katanya.
[ald]
BERITA TERKAIT: