Perihal pemangkasan anggaran ini tercantum dalam Intruksi Presiden (Inpres) tentang penghematan ABPN yang ditandatangani Presiden pada 26 Agustus lalu. Dari Inpres itu diketahui, penghematan dilakukan terhadap belanja honorarium, perjalanan dinas, paket meeting, langganan daya dana jasa, dan honorarium tim/kegiatan.
Penghematan juga dilakukan untuk biaya rapat, iklan, pemeliharaan gedung kantor, pengadaan kendaraan, anggaran dari kegiatan yang belum dikontrakkan atau yang tidak akan dilaksanakan hingga akhir tahun. Selain itu, penghematan juga dilakukan untuk kegiatan yang tidak mendesak atau dapat dilanjutkan (
carry over) ke tahun anggaran berikutnya.
Dari data yang dinukil dari
setkab.go.id, kemarin, pemangkasan terbesar ada di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) yakni Rp 7,9 triliun. Di posisi ke dua ada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang anggarannya dipangkas sekitar Rp 6,9 triliun. Kementerian Pertanian di urutan selanjutnya dengan nilai pengurangan Rp 5,9 triliun, termasuk Kemenkeu yang dipotong Rp 3,5 triliun. Kementerian lain yang kena pangkas adalah Kementerian Kesehatan Rp 5,5 triliun, Kementerian Perhubungan Rp 4,7 triliun, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Rp 3,9 triliun. Adapun Kementerian Kelautan dan Perikanan disunat Rp 3 triliun.
Di luar itu, anggaran Kepolisian dikurangi Rp 2,9 triliun, Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi Rp 2 triliun, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Rp 1,6 triliun, serta Kementerian Agama Rp 1,4 triliun. Sisanya, ada Kementerian Riset dan Teknologi / Pendidikan Tinggi Rp 1,3 triliun, Kementerian Sosial Rp 943,4 miliar, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rp 871,7 miliar.
Pemangkasan terkecil ada di PPATK yang hanya dipangkas Rp 2,7 miliar. Ada pun anggaran MPR, DPR, dan DPD masih tetap menggunakan anggaran lama di APBN-P 2016, yakni MPR sekitar Rp 768 miliar, DPR Rp 4,7 triliun dan DPD Rp 801 miliar.
Kenapa anggaran dewan tak dipangkas? Direktur Penyusunan APBN Dirjen Anggaran Kemenkeu Kunto Wibowo Widarto mengatakan, pemangkasan kali ini memang difokuskan untuk lembaga eksekutif dan yudikatif. Karena itu, anggaran lembaga legislatif tidak diutak-atik lagi. "Supaya lembaga tersebut tetap bisa maksimal mengawasi lembaga eksekutif," kata Kunto, kemarin.
Kunto menjelaskan, pemangkasan itu diambil sebagai antisipasi pengamanan APBN 2016. Hingga saat ini pemerintah masih menggunakan proyeksi target penerimaan negara dari pengampunan pajak hingga Rp 165 triliun dan
shortfall sebesar Rp 219 triliun. Namun, jika amnesti pajak akhirnya meleset, maka pemerintah akan mencari lain agar defisit anggaran tak terlalu lebar. Beberapa opsi dipersiapkan, antara lain pemangkasan ketiga kalinya. "Tapi alternatif itu kayaknya sudah tidak mungkin. Kalau tidak bisa, ya alternatif lain, pelonggaran defisit, atau belanja lainnya yang ditunda," ucapnya.
Kunto menyebutkan, langkah yang akan diambil pemerintah sebagai antisipasi pengamanan APBN 2016 akan diambil setelah periode pertama amnesti pajak selesai pada akhir September nanti.
Bagaimana tanggapan DPR? Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan menegaskan, DPR tidak pernah mendesak apalagi meminta kepada pemerintah agar anggaran dewan tidak dipangkas. Menurut dia, keputusan pemangkasan APBNP memang dibahas bersama DPR. Namun disebutnya pemerintah memiliki domain untuk melakukan efisiensi anggaran selama keputusan yang diambil tidak mengubah asumsi makro dalam APBNP 2016 yang telah disepakati bersama. "Kami tidak meminta atau mendorong agar anggaran kami tidak terpotong. Kami menyerahkan sepenuhnya pada saat pemerintah melakukan penyesuaian, efisiensi anggaran," kata Taufik.
Kritikan keras datang dari Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Dia bilang, langkah Jokowi menerbitkan Inpres pemangkasan anggaran sudah menyalahi wewenang. Kata dia, pengelolaan anggaran hanya boleh diatur dalam undang-undang. Dan yang berhak membuat undang-undang adalah DPR, sebagaimana diamanahkan konstitusi. Tidak boleh mengelola anggaran menggunakan instrumen lainnya. "Terus terang saya menyayangkan sekali. Mengatur-ngatur anggaran lewat inpres itu berbahaya sekali. Bisa digugat. Berbahaya," kata Fahri, di Kompleks DPR, kemarin.
Pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio menilai, ada alasan lain kenapa anggaran DPR tidak diutak-atik. Kata dia, tujuannya agar DPR jinak. Pemerintah tidak ingin kepentingannya yang lebih besar mendapat tantangan dari dewan. Kata dia, banyak kepentingan yang sedang ditunggu pemerintah dari DPR. Yang terdekat adalah uji kecakapan dan kelayakan calon Kepala BIN Komjen Budi Gunawan. "Yang paling terbesar, tentu harapannya agar masalah pemangkasan anggaran ini tidak ditentang oleh DPR," kata Hendri, tadi malam. ***
BERITA TERKAIT: