Memang, terlalu dini menyebut program tax amnesty akan gagal. Pasalnya, program yang diharapkan jadi obat mujarab menyelamatkan cekaknya APBN(Angaran Pendapatan dan Belanja Negara) itu, baru berakhir 31 Maret 2017.
Berdasarkan situs resmi Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, jumlah uang tebusan yang terkumpul dari kebijakan pengampunan pajak baru Rp 2,14 triliun.
Dana itu, berasal dari uang tebusan wajib pajak orang pribadi non-UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) sebesar Rp 1,79 triliun dan dari wajib pajak orang pribadi UMKM Rp 126,9 miliar. Kemudian, jumlah tersebut juga berasal dari badan usaha non-UMKM sebesar Rp 212,5 miliar dan dari UMKM sebesar Rp 5,41 miliar.
Artinya, jumlah tersebut baru mencapai 1,3 persen dari target pemerintah sebesar Rp 165 triliun. Meski demikian, angka itu meningkat lebih dari Rp 500 miliar dibanding posisi Jumat (26/8) lalu yang mencapai Rp 1,62 triliun.
Selain tebusan, program ini menyasar kembalinya dari luar negeri ke sini atau disebut repatriasi. Dari Repatriasi juga masih jauh dari target. Saat ini baru mencapai Rp 7,66 triliun dari target Rp 1.000 triliun hingga 31 Maret 2017 nanti. Artinya baru 0,76 persen.
Sulitnya pencapaian target tax amnesty sepertinya sudah terbaca oleh pemerintah. Pemerintah juga sudah memprediksi dampaknya jika program ini gagal. Seperti apa? Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan menyatakan, jika target tax amnesty tak tercapai, defisit anggaran bakal naik dan utang pasti akan bertambah.
"Kalau kalian mengikuti rapat di kabinet kan tahu, itu diperkirakan defisit akan outlook-nya pada level 2,5% dari PDB. Ya sudah sampai situ saja pemerintah mengira itu angka yang aman," ujar Robert saat ditanya wartawan bila tax amnesty tidak mencapai sasaran, di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, kemarin.
Artinya, Kemenkeu hanya bisa menahan defisit sampai batas 2,5 persen dari pendapatan domestik bruto (PDB). Bila melebihi, maka pemangkasan anggaran kemungkinan akan dilakukan kembali.
Kalau sampai pilihannya berutang lagi, maka utang negara kita akan semakin menumpuk. Juni 2016, posisi utang pemerintah Indonesia mencapai Rp 3.362 triliun. "Total utang sekarang sekitar Rp 3.400 triliun, sampai akhir tahun mungkin akan bertambah. Kalau dari tahun ini dari APBN-nya akan ada defisit, berarti harus tambah (utang)," jelas Robert.
Robert tidak menyebutkan persis berapa jumlah utang yang akan bertambah sampai akhir tahun. Namun, dia menjelaskan, pemerintah masih bergantung dengan utang dalam pembiayaan APBN setiap tahunnya.
Di tempat terpisah, Sekretaris Kabinet, Pramono Anung meminta masyarakat tak resah dengan program tax amnesty. Semangat program ini adalah menarik dana Warga Negara Indonesia (WNI) yang selama ini disimpan di luar negeri, dan tidak dilaporkan dalam surat pemberitahuan (SPT) tahunan pajak.
"Semangatnya adalah bagaimana dana-dana di luar negeri apakah itu dalam bentuk aset, atau dalam bentuk uang itu bisa segera kembali digunakan untuk membangun republik ini," jelas Pramono di Istana Negara, kemarin.
Pramono memastian, mereka yang selama ini tertib membayar pajak, tidak akan dikejar. Mereka yang lupa melaporkan asetnya dalam SPT, dan jumlah asetnya kecil, juga bukan target tax amnesty.
Lewat tax amnesty, lanjut Pramono, pemerintah ingin memperbaiki basis pajak (tax base) negara. Sehingga pajak yang menjadi tulang punggung penerimaan negara bisa meningkat jumlahnya.
Penjelasan Pramono ini menjawab keresahan yang terjadi di masyarakat kalangan menengah ke bawah, yang akan dikejar-kejar lewat program tax amnesty. Bagi masyarakat menengah ke bawah, membayar tebusan tax amnesty cukup berat, walaupun nilainya 2 persen. Keresahan muncul lewat tagar #stopbayarpajak yang menjadi trending topic di media sosial, Twitter.
"Supaya ini tidak berkepanjangan, tentunya pemerintah dalam hal ini presiden akan segera meminta kepada Kemenkeu dan Dirjen Pajak untuk menjelaskan keresahan ini, jangan sampai ke mana-mana karena ini kan di-viral orang, di-framming orang," ungkap Pramono.
Sejak kemarin tagar #stopbayarpajak ramai di Twitter. Program pengampunan pajak alias tax amnesty dianggap mulai meresahkan masyarakat.
Menjawab hal ini, Menko Perekonomian, Darmin Nasution, mengatakan banyak masyarakat yang salah persepsi atas program pengampunan pajak ini. Menurut Darmin, tidak benar tax amnesty menyasar para ibu rumah tangga, karyawan, dan masyarakat kecil lain.
"Itu yang nggak benar. Yang mau dikejar, yang mau didatangi itu adalah mereka yang punya harta banyak tapi belum dilaporkan atau ditaruh di luar negeri," kata Darmin di kantornya, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, kemarin.
Sementara Dirjen Pajak, Ken Dwijugiasteadi memastikan tidak ada paksaan terhadap masyarakat untuk mengikuti program ini. Bila dirasa butuh, masyarakat dipersilakan untuk ikut.
"Tax amnesty ini bukan kewajiban. Ini hak. Hak yang diberikan kepada masyarakat. Bisa digunakan bisa enggak," ungkap Ken di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, berbahaya jika program pengampunan pajak gagal. APBN 2016 terancam dipangkas, dan ekonomi bisa remuk jika pemerintah tak punya solusi lain. "Nggak sampai kiamat, tapi ekonomi kita bisa remuk kalau pemerintah tidak siapkan plan B," ujar Yustinus kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Yustinus menekankan, nasib tax amnesty akan ditentukan pada jumlah pemasukan di Januari 2017. Jika pemasukan tetap jauh dari target, maka pemerintah harus mencari alternative lain, tak lagi mengandalkan tax amnesty untuk menambal APBN.
Menurutnya, pemerintah sudah keliru dari awal dengan memberikan target tinggi, sebesar Rp 165 triliun. Baginya, tujuan tax amnesty adalah menambah jumlah wajib pajak dan basis pajak.
"Meski berat, saya yakin akan ada kenaikan signifikan di September. Tapi, target Rp 165 triliun ketinggian. Saya kira Rp 80 triliun sudah bagus dan aman buat APBN," pungkasnya. ***
BERITA TERKAIT: