Menapaktilasi Jejak Di Gibraltar

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/tatang-muttaqin-5'>TATANG MUTTAQIN</a>
OLEH: TATANG MUTTAQIN
  • Rabu, 24 Agustus 2016, 09:27 WIB
Menapaktilasi Jejak Di Gibraltar
DALAM perjalanan menyusuri sisa-sisa peradaban Muslim di Andalusia, dari Cordoba, Granada serta Malaga sedianya kami ingin mengetahui lebih jauh sisa bersejarah Gunung Tariq alias Gibraltar. Saya kami tidak bisa melanjutkan penelusuran jejak sejarah ini karena hanya saya yang punya visa Inggris untuk masuk Gibraltar yang merupakan otoritas Inggris sekalipun ada di kawasan Spanyol.

Gibraltar merupakan daerah strategis sehingga menjadi perebutan antarnegara. Sekalipun kecil daerah pegunungan yang berada di kordinat 36°7 Utara dan 5°21 Barat dengan ketinggian maksimal 426 M, Gibraltar menjadi benteng untuk memasuki wilayah Andalusia, Spanyol dan Eropa dari Benua Afrika.

Dengan luas area sekitar 8.40KM2 ini, secara geopolitik sangat strategis dan memainkan peran penting. Misalnya sejak sebelum berkecamuk pertempuran Trafalgar dan perang Krimea sekitar tahun 1850-an menjadi penopang angkatan lautnya (AL)Negara Matahari tak pernah tenggelam, dengan menjadikannya sebagai pangkalannya. Nilai vitalnya semakin berkibar, ketika Terusan terbesar dunia, Suez dibuka karena Gibraltar berada di jalur kapal yang menghubungkan Inggris dengan daerah jajahannya di sebelah timur Suez.

Sejak penghujung abad ke-19, Inggris merevitalisasi pertahanan kota dan pelabuhan Gibraltar dengan investasi yang sangat besar sehingga menjadi benteng pertahanan lintas generasi (Jackson, 1990) sekalipun harus berhadapan dengan kekuatan besar di era Perang Dunia, seperti Jerman dan juga negara terdekatnya, Spanyol.

Negosiasi antara Spanyol, Gibraltar, dan Inggris terus berlangsung, di manaGibraltar merupakan menjadi sebuah "overseas territory" dan memerintah sendiri namun secara pertahanan masih bagian Inggris. Secara ekonomi Gibraltar cukup mapan dengan GDP per capita mencapai 53,361 pound pada tahun 2015/16 yang ditopang oleh empat sektor pokok, yaitu jasa keuangan, perjudian, perkapalan dan pariwisata(https://www.gibraltar.gov.gi).

Dengan jumlah penduduk hanya sekitar 33,140 (Statistics, 2014), setiap tahun pengunjung dan pekerja yang datang ke Gibraltar mampu melampaui 10,3 juta per tahun pengunjung dan pekerja (Air Traffic, 2014) atau hampir setara dengan kunjungan wisman di tanah air. Adapun jumlah pekerja mencapai 22,5 ribu orang.

Pintu masuk lewat udara langsung ke Gibraltar juga cukup signifikan, sekira 221,7 ribu penumpang pesawat, belum termasuk pesawat charter yang masuk ke Gibraltar melalui setidaknya tujuh jalur penerbangan langsung dengan durasi cukup padat, semisal langsung dari beberapa bandara di UK: Manchester, Heathrow, Gatwick, Liverpool, East Midlands, Birmingham dan Bristol. Dan tiga jalur langsung dari luar Inggris, semisal Madrid (Spanyol), Marrakech dan Tangier(Maroko) (Air Traffic Survey, 2015).

Di samping itu, akses darat via La Linea (Spanyol) dan laut semakin mudah untuk berkunjung ke Gibraltar dengan dukungan infrastruktur yang lengkap dan modern. Beragam atraksi wisata tradisi, alam, pegunungan, lingkungan dan hiburan semakin menambah daya pikat sekaligus ketersediaan hotel-hotel berbintang yang unik dan bervariasi berjejer di sekitar pegunungan Gibraltar yang mampu melayani setidaknya 60 ribuan tamu menjadikannya sebagai destinasi pariwisata (Tourist Survey, 2014).

Jika membuka kembali lembaran sejarah peradaban Muslim, sebagai contoh Watt & Chachia dalam buku A History of Islamic Spain(2008). Mereka mengisahkan kedatangan pasukan Islam di bawah panglima dari kekhalifahan Umayah di era Al-Walid 1, Tariq bin Ziad di musim semi 711 sehingga ekspedisi ini diabadikan menjadi nama Gibraltar dari Jabal Tariq (Mountain of Tariq). Sejarawan Muslim pun mencatatkan penaklukan ini dalam buku yang tersimpan di Perpustakaan Nasional Perancis, Ibn al-Qutiyya.

Pergantian penguasa dan peradaban serta peristiwa penting di Gibraltar yang strategis ini dapat dilihat dari beragam peninggalannya semisal Moorish castle (kastil bangsa Maroko), Jews Gate (pekuburan orang Yahudi), Masjid Ibrahim bin Ibrahim, World War II Tunnel, dan lain-lain yang sekarang menjadi destinasi wisata sejarah di samping beragam tujuan wisata alam dan hiburan.

Selanjutnya Watt & Chachia (2008) mendedahkan perjalanan lanjutan Tariq ke Cartagena (Qartajanna) dan Algeciras (Al-Jazira). Penaklukan ini dilanjutkan para penerusnya sampai ke daerah kekuasaan Perancis dan terhenti dikalahkan dalam pertempuran yang dikenal dengan pertempuran Poitiers (Tours) oleh Charles Martel.

Sekalipun kalah dapal perluasan wilayah, mereka tetap mampu terus mempertahankan kekuasaannya di Jazirah Andalusia berpusat di Cordoba. Pada saat itu, Corboba pernah menjadi simbol kemajuan di banding Eropa lainnya. Dalam konteks tata kelola pemerintahan, model pemerintahan inklusif mampu dikembangkan sehingga beragam budaya dan peradaban dapat hidup rukun berdampingan. Peradaban yang toleran terhadap realitas keberagaman mampu mendorong tumbuhnya kerja sama yang harmonis antara, Muslim, Kristen dan Yahudi.

Kemajuan yang melenakan dan kegagalan mendekatkan rakyat dengan penguasa, serta belum optimalnya integrasi multi ras dan agama sebagaimana terlihat misalnya dari peninggalan Al-Hambra beserta istana Nasridnya yang berada jauh di bebukitan. Di sisi lain, sekalipun menghargai adanya keragaman namun pemukiman-pemukiman berkumpul dengan basis asal-usul dan ras sehingga tak sepenuhnya mampu menyatu jadi satu bangsa. Kelemahan inilah yang nampaknya berdampak pada semangat juang yang semakin kendor sehingga akhirnya menyerah pada Raja Ferdinand dan Ratu Isabella.

Sekalipun tak berhasil menyusuri seluruh jejak di Gibraltar, ada pesan yang lebih penting dari perjalanan sejarah setiap bangsa. Keunggulan yang didasarkan pada kesungguhan dan kesediaan untuk menunda kesenangan jangka pendek untuk meraih kemenangan berdimensi jangka panjang membutuhkan stamina dan konsistensi.

Kerja keras yang berkualitas yang dilakukan umat manapun akan mampu menjadi amal shaleh yang mampu menghantarkannya pada kejayaan. Firman Tuhan di dalam QS Al-Anbiya: 105 secara gamblang menegaskan "Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (kami tulis dalam) LauhMahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hambaKu yang saleh". Dalam ayat tersebut, kesholehan tak dipadankan dengan agama dan keimanan tertentu sehingga siapa saja hamba Tuhan yang mampu menunjukkan kinerja yang baik (shaleh), layak mewarisi dunia ini. Wallahu’alam. [***]

Penulis adalah peneliti di The Inter-university Center for Social Science Theory and Methodology (ICS), University of Groningen, The Netherlands.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA