Anak Buah Prabowo Sebut Usulan Aneh Dan Lelucon

Pemerintah Siapkan Aturan Capres Tunggal

Senin, 22 Agustus 2016, 09:20 WIB
Anak Buah Prabowo Sebut Usulan Aneh Dan Lelucon
Desmond J Mahesa/Net
rmol news logo Partai Gerindra mengaku aneh dengan rencana pemerin­tah yang memasukkan aturan soal calon tunggal di RUU Pilpres. Jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 230 juta dianggap mustahil, bila dalam Pilpres 2019 hanya Jokowi doang yang maju sebagai calon presiden.

Belajar dari fenomena yang ada di pilkada terkait calon tung­gal, pemerintah menyiapkan aturan yang sama di Pilpres. Tujuannya, agar undang-undang sebagai payung hukum sudah membuat aturan, bila pilpres nanti hanya ada satu pasangan capres-cawapres saja yang ber­tarung.

Ketua DPP Partai Gerindra Desmond J Mahesa mengaku, usulan pemerintah ini lelucon yang tidak lucu. Menurutnya, dari sistem pelaksanaannya saja, pemilu 2019 nanti sudah berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya.

"Sekarang ini pileg dan pil­pres dilaksanakan berbarengan agar lebih efektif dan efisien. Artinya, semua parpol yang lolos sebagai peserta pemilu oto­matis bisa mengusung capres," kata Desmond kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Dengan tidak adanya threshold (ambang batas), tentunya parpol akan berani untuk mengusung kader terbaiknya sebagai capres. Selama ini, lanjut dia, terbatasnya capres yang bertanding karena tingginya syarat dukungan yang harus dipenuhi parpol.

"Sekarang di parlemen saja ada 10 partai. Masa iya 10 partai itu semua mengusung Jokowi sebagai capres. Kami dari Gerindra tentu tidak sudi," tegas Wakil Ketua Komisi III DPR ini.

Desmond menduga, dengan dimasukkannya aturan capres tunggal di RUU Pilpres, berarti ada upaya untuk melanggar kon­stitusi. Yakni, pemerintah dan parpol pendukung berusaha memasukan kembali aturan soal presidenthary threshold dalam UU Pilpres.

"Kalau ada threshold, maka partai tidak bisa usung capres. Nantinya semua koalisi dukung Jokowi sebagai capres. Disinilah Jokowi takut kalau nanti dia ber­tarung sendirian," tegasnya.

Menurutnya, kalau memang aturan calon tunggal ini harus dimasukan dalam UU, maka analoginya dibalik. "Harus dia­tur juga, bila nanti Jokowi ber­tarung dengan bumbung kosong dan kalah, maka siapa presiden­nya?" tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menuturkan, bila soal calon tung­gal masuk dalam draf revisi RUU Pilpres. Hal ini untuk mengantisi­pasi apa yang terjadi pada Pilkada Serentak 2015, yakni banyak daerah hanya mempunyai satu calon kepala daerah, kembali terulang di Pemilu 2019.

"Dulu pilkada kan tidak per­nah muncul pemikiran calon tunggal, kepala daerah, sehingga harus berpolemik panjang, sam­pai MK yang memutuskan. Nah, ini kan boleh mengantisipasi," kata Tjahjo.

Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum (Dirjen Polpum) Kemendagri Soedarmo mengatakan, RUU Pemilu terkait pil­pres akan terinsipirasi dengan UU Pilkada yang sudah disahkan DPR dan pemerintah. Dasarnya adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mem­bolehkan calon tunggal dalam praktik pemilihan langsung, baik pilkada maupun pilpres.

Menurut Soedarmo, peng­aturan calon tunggal di UU Pemilu sangat mungkin menga­dopsi UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Dalam UU Pilkada, ketentuan calon tunggal diatur dalam pasal 54C.

Mekanisme pemilihannya dilaksanakan dengan menggu­nakan surat suara yang memuat dua kolom yang terdiri atas satu kolom yang memuat foto pasangan calon (paslon) dan satu kolom kosong yang tidak bergambar.

Sebelumnya, Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung menilai bisa saja terjadi pilpres hanya diikuti satu pasang calon. Apalagi kalau ternyata calon itu dicintai rakyat dan diharapkan memimpin lagi. Kandidat lain kemudian memilih untuk tidak maju ketimbang menghabiskan dana besar tapi kalah. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA