Belajar dari fenomena yang ada di pilkada terkait calon tungÂgal, pemerintah menyiapkan aturan yang sama di Pilpres. Tujuannya, agar undang-undang sebagai payung hukum sudah membuat aturan, bila pilpres nanti hanya ada satu pasangan capres-cawapres saja yang berÂtarung.
Ketua DPP Partai Gerindra Desmond J Mahesa mengaku, usulan pemerintah ini lelucon yang tidak lucu. Menurutnya, dari sistem pelaksanaannya saja, pemilu 2019 nanti sudah berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya.
"Sekarang ini pileg dan pilÂpres dilaksanakan berbarengan agar lebih efektif dan efisien. Artinya, semua parpol yang lolos sebagai peserta pemilu otoÂmatis bisa mengusung capres," kata Desmond kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Dengan tidak adanya
threshold (ambang batas), tentunya parpol akan berani untuk mengusung kader terbaiknya sebagai capres. Selama ini, lanjut dia, terbatasnya capres yang bertanding karena tingginya syarat dukungan yang harus dipenuhi parpol.
"Sekarang di parlemen saja ada 10 partai. Masa iya 10 partai itu semua mengusung Jokowi sebagai capres. Kami dari Gerindra tentu tidak sudi," tegas Wakil Ketua Komisi III DPR ini.
Desmond menduga, dengan dimasukkannya aturan capres tunggal di RUU Pilpres, berarti ada upaya untuk melanggar konÂstitusi. Yakni, pemerintah dan parpol pendukung berusaha memasukan kembali aturan soal
presidenthary threshold dalam UU Pilpres.
"Kalau ada
threshold, maka partai tidak bisa usung capres. Nantinya semua koalisi dukung Jokowi sebagai capres. Disinilah Jokowi takut kalau nanti dia berÂtarung sendirian," tegasnya.
Menurutnya, kalau memang aturan calon tunggal ini harus dimasukan dalam UU, maka analoginya dibalik. "Harus diaÂtur juga, bila nanti Jokowi berÂtarung dengan bumbung kosong dan kalah, maka siapa presidenÂnya?" tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menuturkan, bila soal calon tungÂgal masuk dalam draf revisi RUU Pilpres. Hal ini untuk mengantisiÂpasi apa yang terjadi pada Pilkada Serentak 2015, yakni banyak daerah hanya mempunyai satu calon kepala daerah, kembali terulang di Pemilu 2019.
"Dulu pilkada kan tidak perÂnah muncul pemikiran calon tunggal, kepala daerah, sehingga harus berpolemik panjang, samÂpai MK yang memutuskan. Nah, ini kan boleh mengantisipasi," kata Tjahjo.
Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum (Dirjen Polpum) Kemendagri Soedarmo mengatakan, RUU Pemilu terkait pilÂpres akan terinsipirasi dengan UU Pilkada yang sudah disahkan DPR dan pemerintah. Dasarnya adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memÂbolehkan calon tunggal dalam praktik pemilihan langsung, baik pilkada maupun pilpres.
Menurut Soedarmo, pengÂaturan calon tunggal di UU Pemilu sangat mungkin mengaÂdopsi UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Dalam UU Pilkada, ketentuan calon tunggal diatur dalam pasal 54C.
Mekanisme pemilihannya dilaksanakan dengan mengguÂnakan surat suara yang memuat dua kolom yang terdiri atas satu kolom yang memuat foto pasangan calon (paslon) dan satu kolom kosong yang tidak bergambar.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung menilai bisa saja terjadi pilpres hanya diikuti satu pasang calon. Apalagi kalau ternyata calon itu dicintai rakyat dan diharapkan memimpin lagi. Kandidat lain kemudian memilih untuk tidak maju ketimbang menghabiskan dana besar tapi kalah. ***
BERITA TERKAIT: