Ketua Umum GP Ansor, Yaqout Cholil Qoumas mengatakan pihaknya mengapresiasi keputusan Jokowi yang relatif cepat dan responsif tersebut, atau kurang dari 3x24 jam sejak pemberitaan pertama kepemilikan paspor Amerika Serikat (AS) Arcandra, yang kemudian mencapai titik puncaknya sebagai polemik publik pada tanggal 14 Agustus, atau satu hari sebelum pemberhentian Arcandra.
"GP Ansor cukup senang apabila pemberhentian Arcandra tersebut Presiden mendasarkan pada prinsip
dar'ul mafasid muqaddamu 'alaa jalbil mashalih. mencegah kerusakan (karena ketiadaan integritas) lebih didahulukan daripada mengambil manfaat (keahlian atau kepakaran orang per orang)," ucap Yaqout Cholil, Selasa (16/8).
GP Ansor tetap berharap Jokowi tidak patah harapan dan tetap percaya bahwa masih banyak anak bangsa yang cerdas dan juga berintegritas serta loyalitasnya terhadap NKRI tidak tergadaikan, yang mengerti sektor ESDM, baik di dalam negeri maupun mereka yang saat ini sebagai diaspora Indonesia.
GP Ansor dengan demikian juga mendesak agar Jokowi bisa bersikap lebih tegas dan kalau perlu mencopot para pihak yang justru tampak menjerumuskan, menyudutkan dan memberatkannya, sekaligus memberikan kesan bahwa negara ini dikelola secara amatir, khususnya kepada beberapa nama. Pertama, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso, yang tidak becus dan tidak bisa bekerja dengan prinsip intelijen
velox et exactus, cepat dan tepat, khususnya dalam hal memberikan masukan kepada Kepala Negara untuk menentukan
the right man on the right place dan bukannya
the right man to protect the not so right vested interest group(s).
Kedua, Menteri Sekretaris Negara Pratikno yang telah tidak cermat dan tidak bisa diandalkan untuk membantu Jokowi menyusun keputusan presiden yang cepat dan tepat dalam pengangkatan Menteri ESDM. Ketiga, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly yang memberikan pernyataan blunder terkait paspor AS yang dimiliki Arcandra.
Yaqout Cholil mengungkapkan, GP Ansor benar-benar menaruh harapan besar kepada Jokowi agar tidak lagi menambah catatan carut marutnya dan kuatnya intervensi politik di sektor yang sangat vital dan penting, mulai dari peralihan kewenangan pengaturan hulu migas dari Pertamina ke BP Migas, namun tak lama kemudian BP Migas dibubarkan dan digantikan SKK Migas, dan selanjutnya penahanan Rudi Rubiandini (Ketua SKK Migas) dan juga Jero Wacik (Menteri ESDM) karena dugaan korupsi, polemik Rizal Ramli dan Sudirman Said yang berakhir pada penggantian keduanya.
"Dan terakhir, sekali lagi semoga ini terakhir, pemberhentian Arcandra sebagai Menteri ESDM tak lama setelah muncul pertanyaan-pertanyaan publik terkait status kewarganegaraan, paspor AS yang dimilikinya serta tentu saja loyalitasnya terhadap NKRI, serta tentu saja skandal "Papa Saham Freeport" yang masih lekat dalam ingatan publik," tambahnya.
[rus]
BERITA TERKAIT: