Sebagai mahluk sosial, kita boleh saja berteman dengan si "gila" dan si "bodoh".
Namun, hindarilah untuk bekerjasama atau menjadi pengikutnya orang yang "gila" dan "bodoh".
"Gila" dan "bodoh" adalah musibah dan malapetaka bagi seorang manusia, karena mendatangkan kesembongan dan takabur, yang membuatnya bertindak tanpa perhitungan.
Namun, orang yang buta huruf, yang tak bisa baca dan tulis tidak berarti orang tersebut "bodoh". Banyak orang orang yang hidup di pelosok gunung justru jauh lebih cerdas dari orang sekolahan. Demikian juga banyak orang sekolahan yang "bodoh" dan "gila".
"Kegilaan" dan "kebodohan" akan mendatangkan musibah dan malapetaka bagi dirinya dan orang di sekitarnya.
Menjadi teman dan pengikutnya orang yang hoki dan beruntung, pasti kita juga ikut kecipratan keberuntungan dan hokinya.
Demikian juga, jika kita berteman atau menjadi pengikutnya orang yang "gila" dan "bodoh" pasti kita akan ikut kena sial. Misalnya si "gila" yang tanpa perhitungan dalam bertindak, tiba-tiba nabokin orang di pinggir jalan tanpa alasan yang jelas, lalu korbannya bersama orang kampung marah dan kembali ngeroyok si "gila", pasti kita yang satu rombongan dengan si "gila", akan dituduh terlibat dan ikut dikeroyok juga.
Karena itu, aku meyakini, kali ini Sri Mulyani yang katanya hebat pasti akan tengkurap, kredibilitasnya terpercaya di internasional akan rusak ke depan.
Tindakan paling beruntung yang pernah dilakukan Sri Mulyani adalah mundur dari gelanggang kabinet SBY ketika dituduh terlibat skandal Century dan jadi
managing director WB.
Tindakan paling sial dari Sri Mulyani adalah mau menerima permintaan dari Joko Widodo untuk menjadi Menkeu. [***]
Penulis adalah aktivis politik Petisi 28
BERITA TERKAIT: