Relawan Juga Tim Kampanye Yang Harus Tunduk Pada Transparansi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Kamis, 30 Juni 2016, 14:08 WIB
Relawan Juga Tim Kampanye Yang Harus Tunduk Pada Transparansi
ilustrasi/net
rmol news logo Transparansi dalam dunia politik Indonesia masih sangat jauh dari apa yang diharapkan publik. Padahal transparansi tentu memiliki efek postif yaitu kritik dan saran dalam bentuk partisipasi politik.

Bagi politikus, politik tidak akan berjalan tanpa ada uang sebagai stimulus gerakan taktis. Maka, persoalan uang sangat penting hingga perlu diatur sebagaimana tertuang dalam Revisi Kedua UU 1/2015 tentang Pilkada.

Pasal 74 ayat (5) Revisi Kedua UU Pilkada menyebutkan bahwa "sumbangan dana kampanye sebagaimana disebutkan Ayat (1) huruf b dan ayat (2) dari perseorangan paling banyak Rp 75 juta, dan dari badan hukum swasta paling banyak Rp 750 juta. Uang yang begitu besar harus jelas siapa si pengirim dan penerimanya. Rekening penerimaan bahkan bentuk pemanfaatan uang politik tersebut juga demikian.

Di lain sisi muncul permasalahan bagaimana status hukum dana relawan yang menghimpun dan menggalang dukungan untuk calon perseorangan (indepeden atau non parpol). Sebagaimana diketahui bahwa relawan-relawan politik telah menjalankan kegiatan politik jauh sebelum tahap pendafataran pasangan calon oleh KPU.

Menurut Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP Indonesia), aktivitas relawan politik memiliki arti yang sama dengan tim pemenangan pasangan calon kepala daerah. Maka tim relawan politik harus menjaga integritas berbasis transparansi demi menguatkan proses demokrasi eksekutif daerah.

"KIPP Indonesia, dengan melihat Pasal 65 tentang Kampanye dan Pasal 74 tentang sumbangan politik, mengklasifikasikan tim relawan sebagai tim kampanye 'kepagian' yang harus tunduk dalam kebijakan tranparansi politik," kata Koordinator Kajian KIPP Indonesia, Andrian Habibi, kepada wartawan, Kamis (30/6).
 
Dengan demikian, tim relawan harus mengambil langkah bijak untuk mendaftarkan diri sebagai tim relawan politik kepada penyelanggara pilkada. Hasil pendaftaran atau surat pemberitahuan perlu melampirkan kegiatan tim relawanan, rekening relawanan dan laporan kegiatannya. Kedua, relawan-relawan politik kemudian melaporkan data donatur politik bagi relawan beserta kejelasan jumlah, pengirim dan peruntukannya.

"Tranparansi relawan akan melahirkan kepercayaan berbasis data yang kemudian dijadikan alat untuk menegaskan bahwa relawan menggunakan slogan 'kalau bersih kenapa harus risih'," jelasnya.

Bila saran kepada tim relawan ini dinilai sebagai bentuk perlawanan bagi mereka, maka bisa jadi benar asumsi awal yang menyatakan pasangan calon perseorangan yang didukung para relawan tersebut pun tidak memiliki niat transparansi.

KIPP Indonesia merekomendasikan kepada KPU dan Bawaslu untuk bekerja sama dengan semua pihak terkait termasuk bank di mana tim relawan mendaftarkan rekening donasi politik.

Bila jumlah transaksi melebihi ketentuan Pasal 74 ayat (5) Revisi Kedua UU Pilkada, Penyelenggara Pilkada dapat mengenakan sanksi administratif kepada pasangan calon, walaupun aturan terkait kerelawanan politik dan pendanaannya tidak diatur oleh UU Pilkada. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA