Pertama, desain pangan pemerintah masih konvensional, belum modern seperti Jepang atau China.
Selain itu, distribusi pangan masih pendekatan feodalistik.
Lalu, infrastruktur pangan yang diandalkan untuk distribusi adalah peninggalan Orde Baru.
Dan terakhir, regulator (pemerintah) masih terperangkap kepentingan pemburu rente.
"Itu yang membuat masalah pangan 30 tahun terakhir ini tidak selesai dan bahkan pasca Orde Baru lumpuh. Konsumen selalu didera permainan manuver sekelompok mafia pangan dan elite politik," terang Ketua Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI), Ismed Hasan Putro, dalam diskusi "De Javu Harga Sembako" di Cikini, Jakarta, Sabtu (4/6).
Menurut dia, masalah ini akan terus berkesinambungan apabila political will pemerintah masih setengah hati dan pemerintah tidak bisa mengkonsolidasikan semua pihak terkait agar masalah teratasi dalam jangka panjang.
"Problem pangan jangan diatasi tiap Lebaran seharusnya rencana lima tahun," kata Ismed.
[ald]
BERITA TERKAIT: