Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Teka-Teki Munaslub Golkar Di Tengah Dinamika Politik (4)

Orang Kuat Di Golkar Itu Bernama ARB

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/zainal-bintang-5'>ZAINAL BINTANG</a>
OLEH: ZAINAL BINTANG
  • Kamis, 19 Mei 2016, 09:25 WIB
zainal bintang/net
TERNYATA orang kuat di Golkar itu adalah ARB (Aburizal Bakrie).Buktinya, secara aklamasi ARB terpilih lebih dulu dalam Munaslub Golkar sebagai Ketua Dewan Pembina mendahului terpilihnya Setya Novanto sebagai Ketua Umum sampai 2019.

Kedigdayaan  ARB dipertontonkan ketika LPJ (Laporan Pertanggungan Jawab) diterima secara aklamasi,  tanpa cacat oleh 500 lebih pemilik suara pada acara penyampaian pemandangan umum. Anggaran Rumah Tangga hasil Munaslubpun menetapkan Ketua Dewan Pembina bersama DPP punya kewenangan besar menentukan Capres dan Cawapres, Caleg dan pejabat tinggi negara lainnya.

Keperkasaan ARB membuat peran JK boleh dikata tidak berkutik. Pengaruh JK nyaris tidak bunyi di arena Munaslub. Acara penutupan yang dirancang untuk JK, dibatalkan dengan alasan sudah punya agenda di Bojonegoro. Bahkan ada acara HUT JK, yang mendadak dirancang oleh ipar JK, Aksa Makhmud tanggal 16 Mei di salah satu ruangan di lokasi Munaslub ikut tergusur tanpa penjelasan.



Kehadiran JK secara fisik sepertinya dibaca oleh pembisik Jokowi. Tergerusnya rencana konsolidasi ala JK dengan pemilik suara dari Kabupaten Kota berhasil dipotong dengan kehadiran Luhut mengikuti acara persidangan di hari pertama. Mantan anggota Dewan Pertimbangan Golkar itu terlihat anteng mengikuti persidangan. Itu tidak cukup, Luhut mengadakan pertemuan lagi di ruangan makan VIP dengan petinggi Golkar. Alhasil operasi senyap yang dilakukan mantan Jenderal Kopassus memang berhasil mengunci pergerakan JK dan kaki tangannya.

Di Bali Menko Polkam Luhut Panjaitan lebih piawai dari JK. Dia tampil di acara di ruangan Munaslub dengan wajah santai tanpa canggung-canggung. Kedua tokoh senior Golkar itu terpaksa harus "begadang” di arena Munaslub Golkar di Bali.

JK yang sudah datang sejak pada acara pembukaan dan bertahan sampai keesokan harinya dengan acara main golf. Sementara Luhut datang pada keesokan harinya dan berbaur di ruangan sidang.

Dimana pak Jokowi berada selalu saja ada rakyat yang bertanya kepadanya.   "Yaa saya ada di Istana", ini mengutip pidato Jokowi pada malam pembukaan Munaslub Golkar. Jokowi berusaha menjelaskan posisinya, tapi juga membongkar peran besar JK dan Luhut menggarap” peserta Munaslub. Dan manuver kedua pembantunya itu, dibiarkan saja. Bahkan Jokowi sepertinya menikmati semua itu.

Meskipun Jokowi sama sekali memang tidak nampak di Bali, akan tetapi publik merasakan adanya "kontrol" presiden yang membatasi grerak gerik JK di Bali. Pertandanya antara lain adalah agenda penutupan acara Munaslub yang semula oleh dilakukan oleh JK diganti oleh Mendagri Tjahjo Kumolo. Yang kedua, meskipun sempat terjebak dalam belukar pusaran acara pemilihan langsung tertutup, yang memakan waktu 48 jam,  ternyata Setnov jualah pemenangnya.



Beberapa hari sebelum Munaslub  Golkar berlangsung, terjadi geger di Istana. Media ramai-ramai menulis berita adanya persilangan pendapat antara JK dengan Luhut Panjaitan dan menyeret nama Jokowi.

Kepada media JK mengatakan, presiden Jokowi marah mendengar kabar ada pejabat Istana yang mencatut namanya terkait dengan pencalonan Setnov sebagai Ketua Umum Golkar pada Munaslub itu.

Sebuah media ibukota menulis keterangan pers JK dengan adanya peristiwa itu sebagai berikut : "Itu Presiden sangat marah akibat dikatakan begitu. Jadi, itu sama sekali tidak benar," ujar Kalla seusai menghadiri HUT ke-49 Bulog di Jakarta, Selasa (10/5/2016).

Menurut Wapres, Presiden Jokowi sudah berbicara kepadanya bahwa sikap pemerintah netral dalam pemilihan calon ketua umum Partai Golkar. Bahkan, Kalla menuturkan, Presiden juga menekankan bahwa dirinya sama sekali tidak berpihak dan tidak mengunggulkan siapa pun dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar.

"Alasannya, yang pertama Pak Jokowi itu bukan anggota Golkar. Kedua, tidak ingin mengembalikan lagi cara Orde Baru untuk pemerintah, atau pejabat pemerintah itu mendukung seseorang, apalagi dengan cara memerintahkan aparat," kata Kalla.

Bagi Wapres, pemerintah tidak ingin mengembalikan posisi seperti pada masa Orde Baru ketika para pejabat kerap menunjukkan sikap berpihak kepada calon pemimpin partai. Dia pun menyatakan, aksi mencatut nama Presiden atau Wakil Presiden untuk mendukung salah satu calon ketua partai mencederai simbol negara.

"Mendukung seseorang justru mencederai Presiden dan Wakil Presiden, mengatasnamakan, menjual nama Presiden. Masa, saya dan Presiden mendukung seperti itu. Pasti tidak," ucap Wapres.

Apapun yang dikatakan oleh JK tentang kemarahan” Jokowi, ternyata bertolak belakang dengan fakta di lapangan. Jokowi terlihat sangat menikmati perseteruan dan gesekan JK dan Luhut di Munaslub Golkar.

Sudah tumpulkah pengaruh JK di Istana? Atau semakin kokohkah posisi tawar Jokowi di Istana?

Kembali ke arena persidangan. Mengapa Akom tidak melanjutkan pertarungan pada putaran kedua, padahal dia punya tiket untuk itu? Keputusan Akom sempat mengecewakan pendukungnya, termasuk keluarga Cendana.

Sementara itu, langkah Setnov dan Akom dianggap aneh oleh publik, karena mereka lebih memilih kata "mundur" sebagai strategi bertahan dalam rangkulan kekuasaan.

Tindakan "aneh" itu lebih dimaknai bersifat  pragmatis belaka.Tidak ada alasan untuk dikategorikan sebagai tindakan patriotik dari seorang idealistis. Keduanya diidentifikasi oleh publik sebagai figur yang tidak berani hidup di luar jabatan atau lingkaran kekuasaan.

Berbeda dengan sikap kenegarawanan mantan Wapres Bung Hatta, yang memilih menyingkir ke rumahnya yang sunyi, ketimbang berada di dalam kekuasaan bersama presiden Bung Karno, yang diperkirakannya hanya menjauhi rakyat.

Dan, rasa-rasanya sudah teramat sukar dewasa ini, kita bisa menemukan ada tokoh pemimpin yang idealistis, yang konsisten memihak bersama rakyat dan untuk  itu, dia mau meninggalkan kekuasan yang mengkhianati amanat penderitaan rakyat.

Sebagaimana diketahui, Setnov memilih mengirim surat pengunduran diri, supaya bisa menjadi Ketua Fraksi. Artinya, dia  rela turun pangkat asal tetap dalam halaman kekuasaan.

Demikian juga halnya dengan Akom. Dia tidak berani bertarung melawan Setnov di putaran ke dua. Tentu karena dia takut kehilangan jabatan prestisius sebagai Ketua DPR RI. Apalagi JK sudahpun menjauh  Hukuman pencopotan dari jabatan itu menantinya dengan pasti, jika berani mengganggu "putra mahkota" ARB yang bernama Setnov mencapai kursi Ketua Umum.

Fakta-fakta bisu  tersebut di atas inilah yang menjelaskan: ARB adalah orang kuat di Golkar yang belum tertandingi hingga hari ini. ARB menguasai pemilik suara dari DPD Kabupaten Kota,  yang direpresentasikan melalui Paguyuban 34 Golkar Propinsi yang telah dibina sejak ARB terpilih pada Munas VIII Golkar di Pekanbaru 2009.

Paguyuban ini berperan membina kenyamanan seluruh pengurus  Golkar di Kabupaten Kota. Paguyuban ini layaknya "holding company” di mana ARB sebagi CEO yang menjadi pemegang saham  mayoritas. Dan Setnov menjadi "Direktur Eksekutif" yang diterjemahkan sebagai Bendahara Umum pada Partai Golkar. Ini pula yang menjelaskan betapa susahnya menjauhkan Setnov dari ARB.

Atas semua perubahan konstelasi dan komposisi internal Golkar lewat legitimasi Munaslub, itu sesungguhnya dapat dikatakan semua berpusat kepada  kekuatan tak terlihat  seorang ARB,  yang ternyata punya hubungan khusus dengan Jokowi melalui Luhut Panjaitan sang Menko Polkam.

Nampaknya, yang berhasil merangkul Istana ternyata Golkar Luhut, bukan Golkar JK. ***

*penulis adalah Wakawantim Ormas MKGR dan pengurus Golkar pusat di era JK

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA