Tapi faktanya di lapangan sangat berbeda. Terbukti, dari 147 gugatan sengketa Pilkada yang diajukan oleh pasangan peserta Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK), semua bermasalah dengan birokrasi.
"Kalau kita bicara petahana, 80 persen petahana menang. Bisa dibilang semua petahana gunakan birokrasi untuk tim pemenangan mereka," ujar Direktur Eksekutif Pilkada Watch, Wahyu Agung Permana, dalam diskusi di Menteng, Jakarta, Sabtu pagi (20/2).
Ia mengatakan, pembentukan Satgas untuk menjaga kenetralan PNS dalam Pilkada, hampir sia-sia. Meskipun Satgas itu terdiri dari lima lembaga, yaitu Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokasi, Badan Pengawas Pemilu, Komisi Aparatur Sipil Negara, dan Badan Kepegawaian Negara
"Satgas dibentuk oleh lima lembaga, tapi kami melihat ini masih setengah hati, bahkan seperempat hati. Definisi pelanggaran belum jelas, sanksinya juga," tegas Wahyu.
"Di Pilkada serentak kemarin, ada sejumlah PNS yang terbukti tidak netral, dan yang menarik Bawaslu malah lempar-lemparan kasus dengan Kemenpan. Padahal Kemenpan cuma bisa memberikan sanksi final," terangnya.
Melihat fakta ketidaknetralan PNS di Pilkada Serentak 2015, ia yakin semua kecurangan terkait ketidaknetralan PNS akan terulang dalam Pilkada Serentak 2017. Apalagi, sanksi dari Bawaslu dan Kemenpan hanya diberlakukan untuk pejabat tingkat rendah. Pejabat setingkat pelaksana jabatan kepala daerah atau Sekretaris Daerah selalu aman tak tersentuh.
"Jangan soal netralitas, politik uang pun jarang tersentuh. Yang penting selisih menangnya lebih dari dua persen, maka pasangan calon itu aman," ungkap Wahyu.
[ald]
BERITA TERKAIT: