Gubernur Bali, I Made Mangku Pastika, mengatakan bahwa evaluasi AKIP merupakan wahana yang sangat penting dan strategis dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang baik di daerah.
"AKIP ini telah terbukti mampu mendorong aparatur dan birokrasi pemerintah daerah yang transparan, efektif, dan akuntabel. Evaluasi ini sangat relevan, harus diteruskan dan dibuka ke publik," ujar Mangku Pastika, di Denpasar, Jumat (15/1).
Gubernur Bali menilai kegaduhan yang terjadi terkait akuntabilitas kinerja instansi pemerintah diakibatkan kurangnya pemahaman dan tidak mengerti substansi evaluasi tersebut.
"Saya gatal bicara. Mereka tidak tahu apa yang dinilai, apa dimensinya, apa kriterianya, apa indikatornya, dan untuk apa dinilai. Di pusat, yang dinilai itu bukan menterinya, tapi kementeriannya," katanya.
Untuk melakukan penilaian atau evaluasi tersebut, Made mengatakan bahwa tidak mungkin penilaian dilakukan kepada diri sendiri, melainkan harus dinilai oleh orang lain dari berbagai sudut pandang untuk menciptakan objektivitas dalam penilaian. Evaluasi seperti ini harus diteruskan dan memang harus diumumkan kepada masyarakat.
Sementara itu, Bupati Badung, Nyoman Harry Yudha Saka, menyampaikan bahwa melalui penguatan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), sejak tahun 2011 lalu Kabupaten Badung terus mengalami peningkatan signifikan dalam penilaian atau evaluasi SAKIP tersebut.
Pada tahun 2011 lalu, Kabupaten Badung hanya mendapatkan nilai 34,27 hingga pada 2014 lalu mendapatkan nilai 69,12 dengan peringkat B. Pada akhirnya, untuk evaluasi tahun 2015, Kabupaten Bandung berhasil naik kembali dengan mendapatkan nilai 75,89 atau menyemat predikat BB.
"Kami memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada kementerian PANRB dan Pemerintah Provinsi, karena dengan adanya bimbingan serta kordinasi yang baik Kabupaten Badung mendapatkan prestasi," paparnya.
Sementara Menteri PANRB, Yuddy Chrisnandi, lewat keterangan pers yang diterima redaksi, mengatakan bahwa evaluasi AKIP dan publikasi secara luas menjadi budaya yang dianggap baru. Hal tersebut karena perencanaan yang dilakukan oleh instansi pemerintah masih dianggap tidak penting. Namun, ia memastikan bahwa indikator penilaian tidak hanya berdasarkan penyerapan anggaran, melainkan hasil yang didapatkan.
Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur, dan Pengawasan Kementerian PANRB, M. Yusuf Ateh, juga menegaskan bahwa evaluasi yang dilakukan tidak diperuntukkan pada penilaian bupati atau walikota.
"Tetapi kondisi objektif tata kelola pemerintahan di daerah, sehingga bisa dilihat kekurangannya dalam rangka untuk memperbaiki kekurangan tersebut untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang lebih baik," ungkap Ateh.
[ald]