Tapi lebih aneh karena dua orang Ketua Umum Partai Golkar yaitu Aburizal Bakrie (ARB) dari kubu Bali dan Agung Laksono dari kubu Ancol malah diterima secara bergantian oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka pada Senin sore (11/1).
"Ya, memang patut dipertanyakan karena berbagai tafsir hukum para pakar hukum menyebutkan hari ini keberadaan Partai Golkar dianggap tidak punya dasar hukum alias ilegal", kata politisi senior Golkar Zainal Bintang kepada media di Jakarta, Selasa (12/1).
Menurut Bintang yang juga Ketua Kordinator Eksponen Ormas Tri Karya, kalau keberadaan DPP Golkar ditafsir oleh para ahli hukum tidak punya legal standing, sebaiknya Presiden Jokowi tidak perlu terburu-buru menerima Aburizal Bakrie dan Agung Laksono di Istana.
Alasan Bintang, dengan diterimanya kedua Ketua Umum Golkar yang berseteru, bisa diartikan presiden mengakui kedua duanya. ARB dan Agung Laksono akan memanfaatkan hasil pertemuan dengan presiden, sebagai modal politik, untuk menggalang kubu mereka masing masing dan sekaligus untuk saling mendegradisi saingan.
"Yang bijaksana sebenarnya kalau Jokowi memberikan kesempatan kepada keluarga besar Golkar untuk menyelesaikan konflik internal mereka," ujarnya.
Dengan mengundang pimpinan kedua kubu yang sedang bertikai habis-habisan, oleh masyarakat dapat dibaca seolah Jokowi mendukung keduanya. Dengan kata lain, seakan Presiden Jokowi sengaja memelihara perseteruan dalam tubuh parpol berlambang beringin itu,.
"Tapi saya tidak yakin Pak Jokowi berpikiran seperti itu," kata Bintang lagi.
Sebagaimana diketahui, pada tanggal 30 Desember 2015, Mahkamah Agung memerintahkan Menkumham mencabut SK Pengesahan hasil Munas Ancol pimpinan Agung Laksono. Tapi, tidak disertai perintah pengakuan DPP Golkar hasil Munas Bali pimpinan ARB.
Pada saat yang sama pada tanggal 31 Desember 2015, DPP Golkar hasil Munas Pekanbaru yang dipimpin ARB berakhir. Para ahli hukum menyepakati bahwa Golkar mengalami kekosongan kekuasaan (Vacuum of Power).
[wah]
BERITA TERKAIT: