Namun, jika semua persoalan yang terjadi di seputar Freeport tidak dibongkar, akan sangat sulit untuk memastikan apakah kontrak karya perusahaan asal Amerika Serikat itu dibuat ‎untuk kepentingan bangsa atau kepentingan-kepentingan lain.
"Kalau semua persoalan di Freeport Indonesia gelap seperti saat ini, bagaimana kita bisa memastikan apakah kontrak karya itu dibuat sepenuhnya untuk kepentingan bangsa, atau untuk kepentingan-kepentingan lain," kata pakar hukum tata negara dari Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf, kepada wartawan, Rabu (16/12).
Karena itu Asep mendukung DPR RI membentuk Pansus Freeport, Menurutnya, Pansus akan membuat posisi Indonesia kuat terutama dalam penguasaan saham, bahkan bisa mencapai 50 persen.
"Memang apa arti nilai saham Freeport kalau kontrak tidak diperpanjang dan mereka tidak lagi beroperasi di Papua? Bisa-bisa sahamnya 100 persen rontok karena nilai saham Freeport sangat tergantung dengan keberadaannya di Papua," tegas Asep.
Ditekankannya lagi, pembentukan Pansus Freeport sangat penting. Hal ini tentu bukan pengalihan kasus "Papa Minta Saham" yang melibatkan Ketua DPR, Setya Novanto.
Pansus Freeport juga penting untuk mencegah campur tangan Amerika Serikat melalui keberadaan Freeport, dalam sistem demokrasi dan pemilihan pemimpin nasional di Indonesia.
"Ini perlu diklarifikasi dan jangan terulang lagi ada calon yang memanfaatkan Freeport untuk meraih kemenangan," ucap Asep.
[ald]
BERITA TERKAIT: