"Pasca amandemen UUD 1945 pada tahun 2002, demokrasi kedaulatan rakyat tidak lagi berdasarkan hikmat permusyarakatan/perwakilan dalam satu badan MPR, melainkan demokrasi berdasarkan liberalisme yang mengandalkan kekuatan uang, pragmatisme kekuasaan sehingga memunculkan faksi-faksi, menihilkan Bhinneka Tunggal Ika serta lemahnya penegakan hukum dan checks & balances," tutur salah seorang tokoh, Syamsuddin Anggir di gedung Nusantara III DPR, Senayan, Jakarta, Selasa
Pancasila, lanjutnya, tidak lagi sepenuhnya menjadi sistem nilai civil society sehingga terjadi ketidakpercayaan publik yang menyebabkan decaying of power.
Sejak diamendemen tahun 2002, menurutnya pemerintahan belum mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat.
"Pemerintahan Jokowi-JK selama setahun kesulitan memenuhi janji-janji kampanye bahkan mengalami penurunan tajam akibat penerapan sistem ekonomi neoliberal tetap berlanjut," ujarnya.
Syamsuddin menegaskan, globalisasi tidak bisa menyejahterakan ekonomi Indonesia yang gemah ripah loh jinawi sesuai mandat Pembukaan UUD 1945. Justru yang terjadi sistem pasar berkembang liar dan bebas ala neo klasik. Cabang-cabang produksi penting bagi negara sebagian besar dikuasai asing.
"Guna mengembalikan kedaulatan dan jati diri bangsa, dengan ini kami mendeklarasikan Gerakan Kembali Pada Undang-Undang Dasar 1945 Proklamasi dan Pancasila untuk Selamatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia bagi Generasi Penerus Bangsa Indonesia," ujar Syamsuddin.
Selain Syamsuddin, dari pantauan
Kantor Berita Politik RMOL, hadir juga tokoh-tokoh nasional lainnya seperti Rachmawati Soekarnoputri, Lili Wahid, Djoko Santoso, Tyasno Soedarto, dan M. Hatta Taliwang.
[wid]
BERITA TERKAIT: