"Kalau pertemuan dengan pengusaha/pebisnis dianggap melanggar etika maka ini akan menjadi preseden bahwa semua anggota DPR yang menemui pengusaha adalah perbuatan yang melanggar etika DPR," kritik Direktur Eksekutif Institut Proklamasi, Arief Rachman kepada
Kantor Berita Politik RMOL, siang ini (Rabu, 9/12).
Justru, menurut dia, tindakan bos Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin melawan hukum karena melakukan rekaman percakapan secara ilegal. Rekaman itu lantas dijadikan modal bukti laporan Menteri ESDM, Sudirman Said ke Mahkamah Kehormatan Dewan, termasuk oleh Kejaksaan Agung.
"Ini akan menjadi preseden bagi siapapun untuk melakukan tindakan melawan hukum seperti yang Maroef Sjamsoeddin lakukan," tegasnya.
Ia khawatir ke depan akan muncul ribuan bahkan jutaan rekaman serupa di mana pejabat negara, anggota DPR, pengusaha, toloh masyarakat, ulama dan rakyat biasa dijerat oleh penegak hukum karena percakapannya direkam secara ilegal.
"Indonesia sudah masuk fase krisis kebenaran dan keadilan, di mana kepentingan politik pengusaha dijadikan panglima dan hukum dijadikan alat pemuas penguasa," mirisnya.
Hal itu, tegas dia, tidak bisa dibiarkan terus terjadi selama konstitusi Indonesia masih mengakui Indonesia adalah negara yang berlandaskan hukum.
"Semoga darurat konstitusi ini segera berlalu dan rakyat disadarkan dengan akrobat dan instrik politik ini bertujuan hanya untuk mendemoralisasi Ketua DPR Setya Novanto yang sama sekali tidak terbukti melakukan pelanggaran etika maupun hukum," tutup mantan aktivis mahasiswa 98 ini.
[wid]
BERITA TERKAIT: