"Bentuknya kira-kira seperti ini anggota DPR menampung. Pak kampung saya jalan tidak pernah diaspal. Maka anggota DPR mengusulkan masuk pembangunan APBD daerah. Dia bisa mengusulkan dalam jumlah tertentu Rp 10-20 miliar," urai legislator DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani saat ditemui di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/6).
Namun tentunya, lanjut dia, pencairan dana itu bukan dalam bentuk bantuan sosial.
"Dulu yang menyebabkan banyak yang masuk penjara karena bentuk bansos. Dia yang membawa proposalnya. DPR tidak bisa itu. Sudah sampai satuan tiga," kata Arsul.
Selain itu mekanismenya tidak boleh ganda untuk menghindari tindak korupsi. Maksudnya, jika sudah menerima dana desa maka tidak diperkenankan memanfaatkan dana aspirasi DPR.
"Misalnya minta jalan diaspal. Ada dana desa. Tidak boleh dobel. Proyek yang diajukan itu dicek. Makanya tidak bisa lagi uangnya yang mengelola anggota DPR," papar legislator kelahiran Pekalongan tersebut.
Disinggung soal dana reses yang sudah diterima tiap anggota DPR, Arsul menampik hal itu berbeda dengan dana aspirasi.
"Beda dong. Kan saya terima dana reses. Saya buat kegiatan. Saya berkuasa penuh. Kalau ini kan tidak (dana aspirasi). Uangnya tidak ada di anggota DPR. Dan saya tidak setuju uang yang gede kita kelola. Godaan besar. Tetapi berapapun itu asal dalam konteks pembangunan infrastruktur tidak ada masalah," urainya.
[wid]
BERITA TERKAIT: