Belajar dari SBY, Jokowi Harus Cepat Tendang Bola Panas

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Selasa, 17 Februari 2015, 12:42 WIB
Belajar dari SBY, Jokowi Harus Cepat Tendang Bola Panas
Rajamin Solissa/dok
rmol news logo Putusan praperadilan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menolak eksepsi KPK terkait penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan bukanlah upaya melemahkan lembaga anti korupsi itu.

"Pro-kontra putusan hakim harus tetap dihormati. Tapi jangan anggap putusan hakim sebagai bentuk pelemahan KPK, dan kemenangan dari koruptor. Keamanan dan ketenteraman negeri ini harus dijaga bersama," ujar Direktur Eksekutif Simpul Komunitas Anti Kriminalisasi Polri (SKAK Polri), Rajamin Solissa, kepada wartawan, Selasa (17/2).

Untuk menyelesaikan polemik, aktivis asal Maluku ini mendesak Presiden Joko Widodo segera "menendang bola panas" dengan menetapkan calon Kapolri baru, terlepas itu Komjen Budi Gunawan atau nama lainnya. Dia yakin masih banyak jenderal bintang tiga atau dua Polri terbaik yang pantas dicalonkan.

"Jokowi harus belajar dari pemerintahan Pak SBY dalam menyelesaikan konflik KPK dan Polri. Jika dibiarkan terlalu lama stabilitas negara dan ekonomi bisa terganggu," ujarnya.

Sedangkan dalam masalah hukumnya, menurut Raja, tetap harus diproses secara hukum tanpa tebang pilih, termasuk terhadap Ketua KPK, Abraham Samad. Pimpinan KPK dipersilakan mengajukan praperadilan dalam kasusnya, sehingga ada kepastian hukum seperti pada kasus BG.

Ems Sekretaris Umum HMI Jakarta Raya ini kembali menekankan bahwa konflik yang terjadi bukan pada lembaga KPK-Polri, tapi lebih kepada masalah hukum personal antara Samad dengan BG.

Ia mengatakan, polemik dua lembaga hukum ini harus menjadi bahan evaluasi buat semua pihak, termasuk lembaga hukum agar berhati-hati dalam menangani perkara, khususnya dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.

"Dasar hukumnya harus jelas. Jangan memutus perkara atas dasar tekanan, pesanan dan kepentingan politik semata. Kalau perlu sebelum memutus perkara disumpah Mubahalah dulu. Siapa yang tidak benar harus siap dikutuk," katanya.

Lebih lanjut Raja menilai, konflik KPK dan Polri merupakan dampak egosentris dan arogansi pimpinan lembaga hukum. Dia khawatir, jika sikap kepemimpinan itu terus dilakukan dan menjadi budaya, negara ini bisa bubar.

"Sikap arogan dan egosentri antar lembaga negara harus dihilangkan agar tidak menimbulkan kegaduhan. Bisa jadi polemik KPK ini bagian karma sumpah Mubahalah dari bekas Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum," canda Raja.[wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA