Payung Hukum Kartu Sakti Jokowi Tak Sejalan dengan Pandangan Prof Yusril

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Kamis, 13 November 2014, 11:05 WIB
Payung Hukum Kartu Sakti Jokowi Tak Sejalan dengan Pandangan Prof Yusril
yusril ihza mahendra/net
rmol news logo . Presiden Jokowi telah membuat payung hukum tiga kartu saktinya, Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) lewat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7/2014, pada 3 November 2014.

Pakar hukum tata negara Prof Yusril Ihza Mahendra pada 6 November mengatakan, Inpres dan keputusan presiden (Keppres)  itu bukanlah instrumen hukum dalam hirarki peraturan perundang-undangan RI.

Ia menyebut Inpres dan Keppres pernah digunakan di zaman Bung Karno dan Soeharto sebagai instrumen hukum. Tapi setelah reformasi, tidak digunakan lagi.

"Inpres hanyalah perintah biasa dari Presiden, dan Keppres hanya untuk penetapan seperti mengangkat dan memberhentikan pejabat," ujar Yuril. (Baca: Yusril Ihza: Puan Maharani Jangan Ngomong Kalau Tak Paham).

Sebelum pernyataan Yusril dan Inpres ini keluar, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani pernah mengatakan, kebijakan tiga kartu sakti Jokowi akan dibuatkan payung hukumnya dalam bentuk Inpres atau Keppres.

Dalam Inpres 7/2014, Presiden Jokowi menginstruksikan kepada menteri dan lembaga terkait untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing secara terkoordinasi dan terintegrasi untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan KIS, KIP dan KKS bagi keluarga kurang mampu, dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat dan dunia usaha. (Baca: Ternyata Tiga Kartu Sakti Jokowi Berpayung Hukum Inpres). [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA