Sikap Mega sangat disesalkan. Mega dinilai tidak paham demokrasi.
"Kalau betul itu pernyataan Mega, menurut saya, semakin menunjukkan kegagalannya memahami kompetisi (dinamika) dalam demokrasi dan fungsi partai politik yang dipimpinnya," ujar Pengamat politik dari UIN Jakarta, A. Bakir Ihsan kepada
RMOL baru-baru ini.
Pernyataan Mega sama saja menampar muka sendiri. Munculnya persoalan anggota DPR yang kebal hukum, Pilkada oleh DPRD serta ketua dan wakil ketua DPR politisi busuk seperti disesalkan Megawati, menurut Bakir, justru menjadi bagian dari kegagalan dia sebagai Ketum PDIP dan kegagalan PDIP dalam membangun koalisi bersama partai-partai lain, yang paling tidak dalam persepsi Megawati, bersih atau tidak busuk.
"Apalagi dengan membiarkan people power, sama saja dengan menampar muka sendiri, karena partai, termasuk partai yang dipimpinnya gagal menjadi jembatan (linkage) antara masyarakat dan negara. Tapi saya tidak yakin Megawati menghendaki itu," papar Bakir.
Dia menambahkan kegagalan PDIP dalam beberapa kontestasi di parlemen seakan mengulang kegagalannya pada 1999, karena ketergantungannya yang begitu kuat pada Megawati yang belum siap membuka diri pada semua partai. Kedepan Megawati harus membuka komunikasi dengan semua elit partai untuk membangun konsensus kebersamaan khususnya di DPR.
Megawati punya modal besar untuk itu, selain sebagai pemenang dalam Pileg juga pemenang dalam Pilpres. Modal ini bisa menjadi pintuk untuk komunikasi.
"Megawati walaupun partai dan capresnya menang, harusnya membangun komunikasi jemput bola, sehingga mereka yang kalah merasa diperhatikan. Terutama partai-partai yang memang masih membuka ruang untuk kerjasama, seperti PD, PPP, maupun PAN. Sebagai tokoh nasional, tetap sangat penting bagi Megawati untuk memulai itu semua," katanya.
[dem]
BERITA TERKAIT: