PEMILIHAN PIMPINAN MPR

Saleh: Motif Pramono Anung Hilangkan Fakta Sejarah Harus Diselidiki

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Minggu, 05 Oktober 2014, 21:53 WIB
Saleh: Motif Pramono Anung Hilangkan Fakta Sejarah Harus Diselidiki
saleh p. daulay/net
rmol news logo Pernyataan politisi PDI Perjuangan Pramono Anung bahwa dalam sejarah belum pernah terjadi pimpinan MPR dipilih lewat voting dinilai tidak benar. Serta, bertentangan dengan fakta sejarah.

Anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Saleh P. Daulay, mengatakan, motif Pramono Anung menghilangkan fakta sejarah ini harus diselidiki.

Pemilihan Ketua MPR lewat mekanisme voting pernah dilaksanakan pada Pemilu 1999. Kala itu, ada banyak calon yang muncul dan ikut bertarung.

Para kandidat ketua MPR yang ada ketika itu antara lain, M. Amin Rais, Husnie Thamrin, Nazri Adlani, Matori Abdul Djalil, Ginandjar Kartasasmita, Kwik Kian Gie, Hari Sabarno, dan Yusuf Amir Faisal.

Masing-masing kandidat itu dinominasikan oleh para pendukungnya untuk menduduki kursi ketua MPR.

"Fakta historis seperti ini semestinya tidak dilupakan. Kan belum begitu lama. Semuanya masih mudah diingat dan segar dalam memori dan ingatan banyak orang,” ujar Saleh.

Pemilihan pimpinan baru MPR saat itu dilaksanakan pada malam hari tanggal 3 Oktober 1999. Anggota MPR yang ikut memilih tercatat 647 anggota. Sebelum pemilihan, konstalasi politik mengerucut kepada dua nama, yaitu M. Amin Rais dan Matori Abdul Jalil.

Setelah pemungutan suara, M. Amin Rais akhirnya keluar sebagai pemenang dengan 305 suara dan Matori Abdul Jalil 279 suara.

"Pemilihan itu berlangsung sangat demokratis. Syukurnya, semua pihak menerima hasil itu dengan lapang dada. Tidak ada yang walk out dan membuat pernyataan yang menyudutkan pemenang,” sambung ketua DPP PAN ini.

Voting dalam pemilihan pimpinan MPR pernah juga dilaksanakan pada tahun 2004. Bedanya, kali ini pemilihan dilaksanakan dengan sistem paket.

Ada tiga pilihan paket yaitu, Paket A (Koalisi Kebangsaan) mengusulkan nama Sutjipto (PDIP), Theo L Sambuaga (Golkar), Aida Zulaika Ismeth Nasution (DPD) dan Sarwono Kusumaatmaja (DPD).

‎Paket B (Koalisi Kerakyatan) mencalonkan Hidayat Nurwahid (PKS), AM Fatwa (PAN), HM Aksa Mahmud (DPD), dan Dr Mooryati Soedibyo (DPD). Sementara Paket C memilih abstain.

Pemilihan yang diikuti 668 dari 675 anggota MPR dilaksanakan siang hari tanggal 6 Oktober 2004.

Hasil akhir pemungutan suara adalah Paket A 324 suara, Paket B 326 suara, Paket C 13 suara (abstain), dan terdapat 10 suara tidak sah.

Berdasarkan fakta historis itu, pemilihan ketua MPR lewat voting sudah pernah ada dan tidak ada masalah.

Karena itu, tidak tepat dan tidak benar disebut bahwa voting dalam memilih pimpinan MPR sebagai sesuatu yang ahistoris di pentas politik nasional.

Perlu ditelusuri apa motif Pramono Anung dalam menyampaikan pernyataan seperti itu.

"Jangan-jangan hanya untuk menggiring opini bahwa pemilihan pimpinan MPR lewat voting dianggap tidak sah. Kalau itu yang dimaksud, tentu muatan politiknya sangat besar. Kasihan masyarakat dengan opini yang tidak berdasar seperti itu,” demikian Saleh. [dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA