Mantan Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar prihatin dengan adanya usulan Pilkada melalui DPRD. Menurut Nazar, banyaknya kepala daerah yang korupsi bukan kesalahan sistem pilkada langsung.
"Tapi, kesalahan ada pada sistem perekrutan calon kepala daerah oleh partai politik. Itu yang seharusnya diperbaiki," katanya kepada wartawan kemarin.
Sudah jadi rahasia umum, untuk mendapatkan tiket dari partai politik, si calon kepala daerah mesti setoran ke partai, baik mulai pengurus partai di tingkat kabupaten/kota hingga tingkat Nasional.
"(Setoran) itu yang menyebabkan banyak kepala daerah korupsi," kata singa referendum di Aceh itu.
Jangan sampai, lanjut wakil Gubernur Aceh dari jalur independen itu, kesalahan sistem partai politik dalam mengusung calon kepala daerah, malah dilimpahkan kepada rakyat. Seolah-olah rakyat jadi kambing hitam bagi kepala daerah yang korupsi.
"Yang salah siapa, yang dihukum siapa. Ini jelas tidak adil bagi rakyat," katanya.
Menurutnya, para anggota DPR RI yang sedang memperjuangkan RUU Pilkada untuk disahkan menjadi Undang-Undang Pilkada sama dengan mematikan demokrasi.
"Mereka mengkhianati amanat rakyat serta membuat Indonesia set back ke alam pembodohan rakyat yang pernah kita alami di masa orde baru," katanya.
Selain itu, tokoh nasional asal Aceh itu menilai, perubahan sikap partai politik pada RUU Pilkada kental muatan politik kekecewaan dari kubu partai politik pendukung Prabowo-Hatta Rajasa di Pilpres 9 Juli 2014. Partai pendukung Prabowo-Hatta yang mengatasnamakan KMP itu berniat menghambat pemerintahan Jokowi-JK di daerah.
"Dengan menyolidkan KMP sampai di daerah lalu mengembalikan sistem pemilukada oleh DPRD, ini jelas arahnya. Mereka ingin mengusai raja-raja di daerah. Ini niat buruk," pungkasnya.
[dem]
BERITA TERKAIT: