"Meragukan KPU sah-sah saja tetapi kalau sampai mengganggap quick count sebagai kebenaran mutlak sangat keliru," kata Ubedilah Badrun kepada
Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Jumat, 11/7).
Di beritakan banyak media, Burhan menyatatakan quick count lembaganya sangat akurat. Jika terjadi perbedaan dengan hasil real count KPU, menurut Burhan, hasil surveinya tidak salah namun karena ada kekeliruan di KPU.
Dari hasil quick count yang dirilis Indikator Politik beberapa jam setelah pencoblosan ditutup, Prabowo-Hatta mendapat suara 47,20% sedangkan Jokowi-JK memperoleh suara 52,47%. Persentase ini didapat dari data masuk sebesar 92,2%, sampel TPS sebanyak 2.000 dengan margin of error kurang lebih 1%.
Tak merasa risih, Burhan mengakui surveinya dibiayai Metro TV, televisi milik Surya Paloh yang merupakan Ketua Umum Partai Nasdem, partai penyokong pencapresan Jokowi.
Menurut Ubaidilah tidak ada kebenaran mutlak dari quick count.
"Validitas quick count tidak 100 persen benar. Ada dua faktor penting yang menentukan validitas sebuah quick count. Pertama penentuan sampel TPS harus mempertimbangkan keragaman segmentasi pemilih, keragaman afiliasi politik pemilih, kejujuran entri data suara dari surveyor di TPS, serta kejujuran pengolah data di pusat data quick count," paparnya.
Langkah terbaik saat ini adalah menghargai kerja-kerja KPU dan menghargai keputusan KPU yang akan mengumumkan hasil pilpres 22 Juli mendatang.
"Jika ada perbedaan data, solusi terbaiknya sudah ada melalui mekanisme di Mahkamah Konstitusi," terangnya.
[dem]
BERITA TERKAIT: