Dia membandingkan fakta pertemuan itu dengan rumor pengarahan dukungan politik ke kubu Prabowo-Hatta oleh Kopral Satu (Tamtama) yang disebut-sebut sebagai Bintara Pembina Desa (Babinsa) TNI AD.
Isu Babinsa berawal dari pengakuan seorang warga ke
Kompas.Com. Namun pemberitaan itu mendapat bantahan dari Panglima TNI dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan sampai sekarang tidak ada bukti bahwa terjadi pengerahan dukungan oleh Babinsa.
"Lihat kelakuan mereka. Percakapan Mr. X dengan Kopral Satu (katanya Babinsa). Ribut satu negara," ujar Fahri Hamzah lewat akun twitter @Fahrihamzah
"Tapi, pertemuan tiga pihak sebelum debat (capres-cawapres), tim hukum PDIP, Komisioner KPU, jenderal Polri bintang tiga, senyap tak ada berita," terangnya.
Menurut dia, hal ini terjadi karena dalam situasi "peperangan" ini yang memegang kendali adalah yang memiliki sumber daya alias uang yang banyak.
"Sampai sekarang, kopral baru yang baru pindah ke Jakarta dan bercakap dalam senyap itu telah dihukum. Kopral satu dihukum atas pengakuan sepihak Mr. X yang disiarkan ke seluruh nusantara," tulisnya.
Fahri menyinggung ketidakadilan dalam kedua kasus di atas. Memang, mungkin saja sang kopral keliru karena berkomunikasi soal politik yang sensitif sehingga dihukum. Tapi tetap saja dia cuma kopral satu, bawahan yang tidak paham dan tidak punya pengaruh. Tapi bagaimana dengan pertemuan Trimedya, Budi Gunawan dan Hadar Gumay?
"Tapi jenderal polisi bintang tiga bukan jabatan biasa. Merekalah yang berpolitik. Pasti tak akan ada hukuman baginya. Padahal ketiganya juga pejabat negara, makan gaji APBN," tegasnya.
"Yang kita tonton ini adalah permainan, bukan aturan yang ditegakkan. Media tidak berpihak pada hukum hari-hari ini," tambahnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: