Hal itu dikatakan dosen hukum di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Theofransus Litaay, kepada
Rakyat Merdeka Online, beberapa saat lalu (Senin, 2/6).
"Sebagai contoh, dalam Pemilu 2004 dan 2009 calon yang nomor urut 1 belum tentu berhasil memenangkan kompetisi," kata dia.
Jadi, tambahnya, nomor urut tidak boleh dilihat sebagai pencapaian, karena kunci keberhasilan bukanlah di nomor urut tetap di keputusan rakyat sendiri.
"Rakyat memiliki logika politiknya sendiri, ini yang harus dicari kecocokannya melalui program kerja yang dikampanyekan dan kerja keras tim yang ujungnya ditentukan oleh kehendak rakyat," jelasnya.
Pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mendapat nomor urut 1 dalam pengundian nomor urut di Komisi Pemilihan Umum (KPU) kemarin. Sedangkan, Joko Widodo-Jusuf Kalla mendapatkan nomor 2.
Mengenai nomor urut itu, Jokowi menegaskan bahwa nomor dua adalah simbol keseimbangan. Itu dikatakannya saat memberi kata pengantar setelah mendapat nomor di Gedung KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta (Minggu, 1/6). Bagi Jokowi, angka dua merupakan simbol keseimbangan dan harmoni.
"Ada capres, ada cawapres. Ada mata kanan, ada mata kiri. Ada tangan kanan kiri. Semua harmoni dalam sebuah keseimbangan," kata Jokowi dengan nada menggurui sambil menunjuk bagian dari anggota tubuh yang disebutnya.
Sementara, Prabowo Subianto, lebih merendah. Dia berjanji akan berupaya keras menyampaikan gagasan dan platform yang diusungnya kepada calon pemilih. Dia menegaskan sangat menghargai pilihan rakyat.
"Saya menyerahkan keputusan akhir di tangan rakyat," jelasnya tanpa menyinggung nomor urut yang diterimanya.
[ald]
BERITA TERKAIT: