"Karena itu, persepsi publik semacam ini tidak bisa dianggap enteng dalam pemilu presiden nantinya, dimana pilihan pemilih akan menggunakan persepsinya mengenai soal 'integritas' dan komitmen untuk melayani rakyat," kata Ketua-bersama Pusat Studi Antikorupsi dan Good Governance (PSAK) Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Theofransus Litaay, kepada
Rakyat Merdeka Online, Jumat (11/4).
Menurut dia, hasil pemilu 2014 menunjukkan bahwa sebenarnya rakyat tidak memiliki antusiasme yang besar kepada partai politik. Pilihan lebih banyak kepada figur orang, sehingga dalam hasil pemilihan presiden nantinya para pemilih akan memilih calon lintas batas-batas partai politik.
"Figur yang akan dipilih dalam pemilihan presiden nantinya akan dinilai juga dari aspek integritas calon presiden dan calon wakil presidennya. Karena itu sangat penting bagi calon presiden untuk memilih calon wakil presiden yang memiliki integritas tinggi dan siap bekerja untuk melayani rakyat," terangnya.
Dia yakin, rakyat membutuhkan pemimpin yang siap bekerja dan tidak akan memilih pemimpin yang hanya dibentuk dari pencitraan di media.
"Jika calon presiden salah memilih orang yang diragukan oleh rakyat, maka tidak akan menuai hasil yang memuaskan. Dan, seandainyapun terpilih masih bisa memunculkan kendala legitimasi yang lemah sehingga bisa dengan mudah diombang-ambingkan oleh proses politik di parlemen," tutup Theo.
[ald]
BERITA TERKAIT: