KIPP: DPT Tak Beres, KPU Jangan Persalahkan Masyarakat dan Parpol

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Selasa, 10 September 2013, 13:15 WIB
KIPP: DPT Tak Beres, KPU Jangan Persalahkan Masyarakat dan Parpol
FOTO:NET
rmol news logo Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia mengingatkan kepada KPU agar lebih serius mengakomodir hak konstitusional warganegara untuk memilih dan dipilih dalam Pemilu 2014 mendatang.

KPU harus menjadikan pengalaman dalam penyelenggaraan Pemilu tahun 2009 lalu sebagai pelajaran guna menyusun Daftar Pemilih Tetap (DPT) saat ini. Komnas HAM pada pemilu 2009 menyimpulkan telah terbukti secara meyakinkan bahwa telah terjadi penghilangan hak konstitusi pemilih secara massif dalam Pemilu Legislatif 9 April 2009.

"25 - 40 persen warganegara kehilangan hak pilihnya secara sistemik," ulas Koordinator Kajian KIPP Indonesia, Girindra Sandino melalui pernyataan pers, Selasa (10/9).

Kedua, perlu diingatkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102 /PUU-VII/2009 tertanggal 6 Juli 2009 jelas dinyatakan  pertimbangan dengan merujuk Putusan Mahkamah Kontitusi Nomor 011-017/PUU - I/2003 bertanggal 24 Februari 2004 yang telah menegaskan bahwa hak konstitusional warganegara untuk memilih dan dipilih (rights to vote and rights to be candidate) adalah hak yang dijamin oleh konstitusi, undang-undang dan konvensi internasional, sehingga pembatasan, penyimpangan, peniadaan dan penghapusan hak dimaksud merupakan pelanggaran terhadap hak asasi warganegara.

Ketiga, lanjut Girindra menyebutkan, apabila ketidakberesan penyusunan DPT tidak dibenahi  maka  jelas telah terjadi cacat administratif dan cacat politik dalam pemilu serta kegagalan  perlindungan hak sipil-politik fundamental warganegara. KPU juga tidak dapat membebankan tanggung jawab masalah ketidakberesan penyusunan DPT kepada masyarakat atau parpol yang dinilai tidak maksimal memberikan masukan dan tanggapan terhadap Daftar Pemilih Sementara (DPS) dan Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP).

"Tanggung jawab menyeluruh dan final berada di tangan KPU," tegasnya.

Kelima, pengakuan KPU mengenai Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP) yang masih 'kotor', karena adanya 1,8 juta pemilih ganda otentik dan 1,6 juta pemilih di bawah umur pada satu sisi menunjukkan transparansi KPU. Namun pada sisi lain memperlihatkan urgensi perbaikan kinerja KPU.

KPU juga perlu segera memberikan klarifikasi mengenai jumlah pemilih yang masuk DPSHP sampai tanggal 26 Agustus sebanyak 173.050.362 jiwa, atau sekitar 92 persen dari DPS secara nasional. Termasuk di dalamnya, sejauh mana langkah yang ditempuh untuk mengatasi masalah tersebut dalam waktu singkat.

Ketidakakuratan DPT turut membuka peluang besar bagi terjadinya kecurangan pemilu (electoral fraud). Oleh karena itu, Bawaslu dengan jajarannya ke bawah serta organisasi/LSM pemantau pemilu harus terus mengawasi dan mengkritisi penyusunan  DPT yang bermasalah untuk mewujudkan kualitas demokratik dan  legitimitasi  pemilu legislatif 2014.

Terakhir, Giri menyebutkan, bila ketidakberesan daftar pemilih  tidak terselesaikan sampai adanya pengumuman DPT, demi menegakkan pemilu jujur dan adil, dapat ditempuh langkah hukum gugatan warganegara (citizen lawsuit) terhadap KPU atau langkah lain seperti meminta Komnas HAM untuk melakukan investigasi seperti pada pemilu 2009 yang lalu.[wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA