Putusan MK Momentum Evaluasi Komitmen WTO

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Minggu, 21 Juli 2013, 19:45 WIB
Putusan MK Momentum Evaluasi Komitmen WTO
riza damanik/net
rmol news logo Putusan Mahkamah Konstitusi terkait uji materi UU No 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dapat ditindaklanjuti dengan mengevaluasi kembali komitmen Indonesia terhadap World Trade Organization. Sebab, Perjanjian Hak Kekayaan Intelektual yang diatur dalam WTO bertentangan dengan keputusan MK tersebut.

"Keputusan MK menjamin kebebasan petani untuk melakukan pemuliaan dan pendistribusian benih. Ini jelas sangat bertentangan dengan Perjanjian Hak Kekayaan Intelektual yang diatur dalam WTO," kata Direktur Eksekutif Institute Global Justice, M Riza Damanik, dalam keterangannya kepada redaksi, Minggu (21/7).

Riza menyatakan menyambut baik Putusan Mahkamah Konstitusi No.99/PUU-X/2012 yang membatalkan Pasal 5,6,9, 12, dan 60 UU No 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Keputusan tersebut dapat memperkuat perlindungan terhadap hak-hak petani, sekaligus momentum penting guna mengkoreksi keterlibatan Indonesia dalam WTO. WTO melalui perjanjian Hak atas Kekayaan Intelektual (TRIPs) telah mendorong Pemerintah Indonesia menerbitkan UU No 29/2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman dan UU No 14/2001 tentang Paten.

"Kedua UU ini dimaksudkan untuk memberi perlindungan penuh atas kekayaan intelektual bagi perusahaan dan pengembang benih bersertifikasi. Sementara pengetahuan dan keterampilan tradisional para petani untuk mengembangkan benih diabaikan bahkan dikriminalisasikan," katanya.

Dalam keputusannya, MK menyatakan petani boleh mengembangkan varietas unggul tanpa harus izin pemerintah setelah mengabulkan sebagian pengujian UU Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Kata 'perseorangan' dalam Pasal 9 ayat (3) UU Sistem Budidaya Tanaman dinilai MK bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, dikecualikan untuk perorangan petani kecil. Setelah putusan MK, maka bunyi Pasal 9 ayat (3) menjadi berbunyi, "Kegiatan pencarian dan pengumpulan plasma nutfah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dapat dilakukan oleh perorangan atau badan hukum berdasarkan izin kecuali untuk perorangan petani kecil".

MK juga menyatakan Pasal 12 ayat (1) UU Sistem Budidaya Tanaman dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, dikecualikan untuk perorangan petani kecil dalam negeri. Sehingga Pasal 12 ayat (1) berubah menjadi berbunyi: "Varietas hasil pemuliaan atau introduksi dari luar negeri sebelum diedarkan terlebih dahulu dilepas oleh Pemerintah kecuali hasil pemuliaan oleh perorangan petani kecil dalam negeri". [dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA