"Publik mencap Partai Demokrat sebagai sarang koruptor karena banyaknya kader yang diproses hukum karena kasus korupsi. Publik tetap ragu dengan pernyataan SBY sehingga KPK dan PPATK perlu mengawasi aliran dana tak wajar yang mungkin terjadi saat konvensi," ujar peneliri Lingkar Studi Perjuangan (LSP), I Gede Aradea Permadi Sandra, kepada
Rakyat Merdeka Online, Rabu (17/7).
Lebih lanjut dikatakan dia, keputusan pemenang konvensi diserahkan kepada rakyat dalam hal ini adalah lembaga-lembaga survei sangat absurd. Pasalnya, kredibilitas lembaga-lembaga survei betul-betul diragukan terutama saat terjadi fenomena Jokowi di Pilkada Jakarta putaran pertama yang lalu.
"Sukar meyakini konvensi akan benar-benar mewakili kehendak rakyat," katanya.
Pilihan Partai Demokrat menggelar konvensi, menurutnya, tak lebih sebagai bagian dari manuver untuk meningkatkan citra dan elektabilitas partai yang merosot akibat isu korupsi yang menyeret kader-kadernya. Apalagi kalangan internal Partai Demokrat sendiri mengakui bahwa konvensi adalah taktik untuk dapat menaikkan citra partai yang sudah terlalu melorot.
Banyak figur yang cukup baik namanya ikut serta dalam konvensi, katanya, hanya dijadikan semacam "detergen" untuk membersihkan corengan hitam korupsi Partai Demokrat. Bukan tidak mungkin pada akhirnya konvensi secara konspiratif konvensi dimenangkan calon dari Cikeas.
"Meskipun tidak semua figur yang akan ikut serta adalah figur yang berintegritas, namun bagi figur yang cukup bersih keikutsertaannya dalam konvensi ini adalah suatu kerugian. Bisa jadi mereka ikut konvensi untuk dikadali," demikian Gede Aradea.
[dem]
BERITA TERKAIT: