Pengamat politik Muhammad AS Hikam mengatakan ada banyak bahan analisa kenapa Muhaimin "keukeuh" dengan pencapresan Rhoma. Misalnya, apakah keputusan tersebut sudah melalui pemikiran dan kajian yang mendalam, misalnya pertimbangan popularitas dan elektabilitas Rhoma? Atau jangan-jangan ini hanya 'gimmick' politik elit PKB untuk menopang kampanye pemilihan legislatif PKB? Lalu, bukankah Rhoma bisa dijadikan mesin kampanye yang menarik di kantong-kantong Nahdlatul Ulama khusunya Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat?
"Namun secara substantif, dengan menyapreskan RhI (Rhoma Irama), sebenarnya PKB-Imin telah mendeklarasikan dirinya sebagai parpol yang tidak memiliki kader nasional yang pantas menjadi capres. Termasuk pada jajaran elitnya di DPP," tulis Hikam dalam akun jejaring sosial miliknya,
mashikam.com, Senin (1/7).
Pilihan mencalonkan Rhoma, kata doktor politik lulusan Hawai University itu, PKB dan Muhaimin Iskandar berarti telah dengan terang-terangan menutup pintu bagi tokoh-tokoh yang ada di NU, yang bisa jadi memiliki kualitas lebih sebagai negarawan ketimbang Rhoma.
Pilihan itu juga sebuah bukti telak kepada publik bahwa semenjak almarhum Gus Dur didepak oleh Muhaimin Iskandar dan kawan-kawan dari kursi ketua umum Dewan Syuro, telah terjadi proses involusi di dalam PKB yang ujungnya adalah makin rendahnya relevansi partai dalam kiprah perpolitikan nasional.
"Inilah sebuah penyia-nyiaan atas potensi yang dimiliki oleh NU dan pendukungnya di negeri ini," demikian Hikam yang dikenal sebagai pengikut Gus Dur alias Gus Durian.
[dem]
BERITA TERKAIT: