"PMK 78 tahun 2013 tidak dapat melindungi perusahaan rokok kecil," ujar Ali Khoizin, pengusaha rokok Gudang Baru, dalam keterangannya yang diterima redaksi, Senin (1/7).
Ali mengatakan aturan tersebut atas usulan dari perusahaan rokok asing yang ingin menguasai pasar rokok di daerah. Perusahaan rokok skala kecil jadi korban dalam aturan tersebut seiring meningkatkan biaya produksi rokok.
"Perusahaan yang kecil mau tumbuh dipangkas dengan aturan PMK 78, termasuk melalui klausul terafilisi yang tidak rasional," katanya.
Ali menjelaskan, perusahaan rokok di Indonesia mayoritas berbasis keluarga. Misalanya dalam satu keluarga bisa memiliki pabrik rokok berbeda-beda. Namun dalam PMK 78 tahun 2013 disebutkan pabrikan yang masing-masing punya ciri khas karena ada hubungan keluarga dan dengan jumlah produksi memenuhi ketentuan, dilebur dan dikenakan tarif cukai tinggi.
"Logika dalam PMK 78 salah kaprah. Di Malang ada satu keluarga enam bersaudara tapi kemudian karena ada satu lain hal bermusuhan dan masing masing memiliki pabrik rokok. Itu kan hubungan darah, hubungan keluarga, tapi mereka bermusuhan, bagaimana disatukan," bebernya.
Bahkan, lanjut Ali, apabila cukai rokok ditetapkan dalam satu tarif, maka dipastikan industri rokok kecil akan mengalami kolaps.
"Rokok akan satu tarif sama saja kami tak terlindungi. Padahal nilai industri rokok ada nilai budayanya. Pemerintah mengabaikan nilai-nilai itu," pungkas dia.
[dem]
BERITA TERKAIT: