Achsanul Qosasi: DPJ Harus Benahi Perpajakan!

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Kamis, 16 Mei 2013, 11:58 WIB
Achsanul Qosasi: DPJ Harus Benahi Perpajakan<i>!</i>
Achsanul Qosasi/ist
rmol news logo Banyaknya pegawai pajak yang diamanakan KPK karena tertangkap tangan melakukan suap menyuap, merupakan korban dari cara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) membenahi perpajakan. Yang terakhir, kemarin (Rabu, 15/5) dua pegawai pajak golongan III dari wilayah Jakarta Timur ditangkap tangan di Bandara Soetta.

Anggota Komisi XI DPR, Achsanul Qosasi mengatakan, Info valid yang diterima KPK untuk melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pasti dari sumber internal DJP sendiri.

"Cara ini bagus sesaat, tapi tidak bisa diakukan terus menerus, karena juga akan berpengaruh terhada mental dan motivasi pegawai yang lain. Seolah terjadi "perang intern" dan saling menjatuhkan," ujar Achsanul seperti dalam rilis yang diterima redaksi (Kamis, 16/5)

Sebaiknya kata politisi Partai Demokrat ini, DJP membenahinya secara intern, sangsi tegas tanpa publikasi, permainan pajak ini bukan hanya melibatkan pegawai tapi juga rayuan Wajib Pajak.

"Kasus yang terjadi di BC Jaktim, adalah pemalsuan Faktur Pajak. Penerbit Faktur Pajak fiktif adalah kejahatan paling tinggi dalam dunia perpajakan, karena langsung menjarah hasil PPn yang disetor rakyat, menipu transaksi, memanipuasi PPh, dan mengambil Hak Negara," ungkap dia.

Sambung Achsanul, kejahatan dengan modus seperti ini, dilakukan oleh banyak perusahaan penerbit Faktur Pajak fiktif yang dibuat sesaat, karena perusahaan itu dibubarkan setiap dua tahun. Dan membuat perusahaan baru dengan  Pengusaha Kena Pajak (PKP) baru. Shingga DJP harus bisa mendeteksi perusahaan penerbit dan perusahaan pemakai Faktur Pajak FIktif.

Menurut dia, karyawan pajak akan tergoda bermain atau mungkin lalai mendeteksi hal ini, sehingga melakukan pembiaran dan atau mengambil keuntungan dari modus seperti ini diprediksi, bahwa taransaksi-transaksi seperti ini merugikan negara 50 trilun pertahun, karena pemeriksa pajak hanya 8 ribu orang, sementara perusahaan berjumlah 13 juta.

"Ratio ini sangat timpang, 1 orang pegawai memeriksa 1.200  perusahaan, kelemahan inilah yang dimanfaatkan oleh penjahat perpajakan," demikian Achsanul. [rsn]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA