Soal Cukai Minuman Ringan, Indonesia Perlu Tiru Denmark

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Rabu, 01 Mei 2013, 17:37 WIB
Soal Cukai Minuman Ringan, Indonesia  Perlu Tiru Denmark
ilustrasi/ist
rmol news logo . Langkah Pemerintah Indonesia terkait rencana pengenaan cukai bagi minuman berkarbonasi dan berpemanis sebaiknya meniru Pemerintah Denmark. Pemerintah Denmark akhirnya mencabut aturan cukai terhadap minuman soda yang sudah berlaku selama 83 tahun karena dinilai merugikan ekonomi nasional, terutama menyangkut ketenagakerjaan.

Begitu disampaikan peneliti Lembaga Katalog Indonesia, Andriea Salamun. Ia mengatakan sikap Pemerintah Denmark tersebut patut diapresiasi. Denmark adalah negara pelopor percukaian minuman ringan dengan salah satu cukai tertinggi pada minuman ringan di Eropa.  

"Fakta bahwa sektor industri nasional kita seperti industri minuman bersoda, dan industri hasil tembakau adalah sektor industri yang mempekerjakan banyak orang (padat karya). Hal ini sejalan dengan semangat pembangunan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yaitu pro poor, pro job, and pro growth," kata Andriea dalam keterangan pers yang diterima redaksi, Rabu (1/5).

Keputusan Pemerintah Denmark tersebut merupakan bagian dari kebijakan Pemerintah dalam mengembangkan ekonomi nasional yang juga terkena dampak dari krisis ekonomi Eropa. Isu tenaga kerja merupakan hal yang sensitif di Denmark mengingat angka pengangguran mulai menunjukkan peningkatan paska krisis. Keputusan pemerintah Denmark untuk menghapus cukai pada minuman bersoda, yang sebelumnya menghapus Cukai Lemak Jenuh dan menghentikan Cukai Gula, jelas menunjukkan bahwa biaya dan efek negatif lain dari cukai semacam itu lebih tinggi daripada manfaat yang diharapkan.

Akibat cukai terhadap minuman bersoda, Denmark kehilangan 5000 tenaga kerja, dan kerugian ekonomi di daerah perbatasan karena para konsumen soda kemudian pergi ke Jerman dan Swedia untuk mendapatkan minuman bersoda dengan harga yang jauh lebih ringan.

Menurut Andriea, apa yang terjadi di Indonesia berlawanan dengan di Denmark. Pemerintah Indonesia sampai saat ini masih keukeuh akan mengenakan cukai bagi minuman ringan bersoda untuk menggenjot penerimaan Negara. Pemerintah arogan dengan tidak memperhitungkan secara matang keberlangsungan industri nasional.

"Pemerintah ekspansi cukai tetapi tidak pernah memperjuangkan eksistensi industri nasional. Padahal yang paling penting adalah suistanibility industri," tegas Andriea.

Sebelumnya, riset yang pernah dilakukan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi UI  Februari lalu menyatakan bahwa tarif cukai Rp 3000 per liter pada minuman ringan berkarbonasi akan mengurangi penjualan produk hingga Rp 5.6 triliun, yang pada akhirnya akan mengurangi jumlah keseluruhan produksi ekonomi Indonesia sebesar Rp 12.2 triliun.

Lebih jauh tarif cukai sebesar Rp 3000 per liter pada minuman ringan berkarbonasi akan mengurangi pemasukan pemerintah dari penerimaan pajak tak langsung sebesar Rp 710 miliar.[dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA