Menurut pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, A. Bakir Ihsan, ada dua aspek yang bisa dilihat dari teguran Presiden SBY itu. Pertama, teguran tersebut muncul karena bila masalah lumpur Lapindo tidak selesai sampai akhir periode kekuasaan SBY, maka SBY bisa dianggap meninggalkan catatan merah.
"Oleh karenanya, SBY berkepentingan untuk mengingatkannya," kata dia kepada
Rakyat Merdeka Online, Kamis malam (14/2).
Kedua, lanjut dia, secara politik teguran SBY ini menjadi beban bagi Aburizal Bakrie alias Ical secara personal sebagai calon presiden, bukan bagi Partai Golkar. "Kasus Lapindo adalah kasus korporasi, dan pencapresan Ical sendiri belum menjadi suara bulat Golkar."
Menurut dia, tidak tepat mengartikan langkah SBY itu sebagai upaya menurunkan tingginya elektoral Partai Golkar dan memperbaiki elektoral Demokrat yang kini disebut-sebut hanya sebesar 8,3 persen saja.
"Langkah SBY untuk meningkatkan citra Partai Demokrat dengan menyerang partai lain justru bisa jadi blunder. Sebagai ahli strategi, saya kira SBY akan menghindari langkah blunder," pungkas Bakir.
Permintaan agar PT Lapindo Brantas menepati janji melunasi pembayaran ganti rugi kepada warga yang terdampak luapan lumpur di Sidorajo disampaikan SBY saat membuka rapat kabinet di Istana Negara kemarin. Rapat tersebut diselenggarakan sebagai evaluasi rencana pembangunan jangka menengah nasional 2010-2015.
"Sampaikan kepada Lapindo, kalau janji ditepati, kalau main-main dengan rakyat, dosanya dunia-akhirat. Sampaikan," ujar SBY.
[dem]
BERITA TERKAIT: