SBY Bukan Segalanya...

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Selasa, 27 November 2012, 21:54 WIB
SBY Bukan Segalanya...
istimewa
rmol news logo Efektif tidaknya sebuah pemerintahan tidak bisa sepenuhnya diserahkan pada pemimpinnya semata. Terlebih dalam sistem demokrasi yang mengharuskan semua elemen dan kelembagaan harus berdiri sejajar dan berfungsi maksimal sesuai aturan main kolektif yang sudah disetujui bersama.

Demikian dikatakan Dosen Ilmu Politik FISIP UIN Jakarta, A. Bakir Ihsan, dalam diskusi yang diselenggarakan Staf Khusus Presiden Bidang Publikasi dan Dokumentasi bekerja sama dengan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) di kampus UPI Bandung, Selasa (27/11).

"Sekuat, sepintar dan segagah apapun pemimpin, ia harus ditempatkan sebagai bagian dari sebuah sistem yang menggerakkan secara sinergis dan melibatkan banyak unsur. Tanpa pemahaman seperti itu, maka yang akan muncul dua efek. Pertama, personalisasi atau personifikasi pemimpin. Kedua, paternalisme yang semakin kuat. Dan bila ini yang terjadi, berarti kita sedang menyicil munculnya penguasa otoriter," sebut dia.

Hal inilah, menurut dia, yang hendak dihindari oleh Presiden SBY dengan memberikan keleluasaan bagi masing-masing lembaga atau level pemerintahan untuk bekerja secara efektif dalam koridor dan arah yang sudah ditetapkan bersama. Misalnya, MP3EI (Master Plan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia) sebagai basis gerak pembangunan dari tingkat pusat sampai daerah. Ini sekaligus menegaskan, bahwa Presiden bukan segalanya. Tanpa dukungan dan komitmen kolektif untuk bersama membangun bangsa, posisi apapun tidak akan memberi arti.

Bakir menegaskan bahwa di sisa akhir kepemimpinan ini, Presiden SBY ingin dan harus lebih memastikan bahwa ia bisa berbuat secara maksimal (husnul khatimah) bagi bangsa. Dan sekali lagi, upaya ke arah tersebut perlu dukungan seluruh elemen masyarakat sebagai bagian dari sinergi kebangsaan.

Pada kesempatan yang sama, sebagai pembahas, Prof. Dr. Idrus Affandi, SH menyatakan ada problem mendasar yang berpengaruh terhadap kinerja Presiden SBY, yaitu banyaknya politisi instan dan pragmatis yang hanya lebih menempatkan politik sebagai ajang perebutan kekuasaan. Mereka menjadikan kekuasaan untuk kekuasaan.

"Para politisi yang hanya bermodal libido politik yang justru menjadi beban bagi kinerja maksimal pemerintahan SBY. Para menteri seharusnya bisa bekerja lebih maksimal untuk bangsa, bukan untuk kepentingan partai politiknya," tuturnya.

Karena itu, menurut Idrus, perlu penguatan pendidikan politik bagi masyarakat sehingga partai politik dan politisi yang lahir sebagai pemimpin betul-betul berkualitas dan bekerja untuk kepentingan masyarakat. Di sinilah peran mahasiswa, civitas akademika, dan seluruh kekuatan civil society untuk mengawal politik tidak hanya untuk kekuasaan. [dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA