Sipol adalah sistem yang digunakan oleh KPU untuk melakukan verifikasi partai politik peserta pemilu.
Anggota KPU, Hadar Nafis Gumay, mengakui, penggunaan Sipol memang tidak diatur spesifik dalam UU. Namun, kemungkinan KPU untuk menggunakannya tetap ada.
"Kalau dalam UU memang tidak ada spesifik, tapi UU mengatakan KPU membuat peraturan tentang tata cara pelaksanaannya. Dan kami berpandangan itu landasan KPU untuk menggunakan Sipol. Di sisi lain ada prinsip penyelenggaraan tentang keakuratan dan profesional. Dalam peraturan KPU, itu ada," kata Hadar dalam diskusi The Indonesian Institute, di Jakarta, Kamis (11/10).
Dia berpendapat, penggunaan Sipol sebenarnya akan sangat membantu partai politik. Menurut Hadar, jika parpol kesulitan untuk memasukan data ke dalam Sipol, KPU bersedia membantu.
"Ada kok parpol yang memuji Sipol ini, dan ada partai yang sudah menggunakan dengan baik sekali. Saya tentu tidak bisa menyebut partai mana," kata Hadar.
Hadar menegaskan, dalam proses pendaftaran verifikasi, partai harus dilihat dalam satu komando yakni melalui DPP.
"DPP yang harus mampu mengkoordinir, termasuk di dalam keanggotaannya. Itu tanggung jawab DPP. Kalau tidak dikomando secara terpusat, nanti bisa bermasalah di lapangan. Kami tidak mau tahapan pemilu direpotkan karena adanya parpol yang demikian," lanjut Hadar.
Ia juga membantah bahwa server yang digunakan oleh KPU adalah IT dari IFES yang pada tahun 2009 gagal dalam penghitungan suara partai politik. KPU, kata Hadar, akan segera mengambil kebijakan yang akan meredam dampak jika Sipol tidak siap. Pasalnya, ketidaksiapan Sipol dikhawatirkan akan menimbulkan konflik dan munculnya
distrust antara KPU dan Parpol.
"Ini berbahaya buat penyelenggaraan tahapan pemilu," tandasnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: