Sebagian kalangan justru menilai sudah seharusnya Polri berada kembali di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Hal itu seperti yang disampaikan peneliti kajian keamanan dan sosial Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Dr. Abdul Haris Fatgehipon, M.Si.
“Kata Polisi dari segi etimologis berasal dari bahasa Yunani,
Politeia yang berarti pemerintahan negara kota, dari pengertian etimologis, mengandung makna filosofi kehadiran polisi untuk mewujudkan keamanan ketertiban sosial dari masyarakat dalam suatu wilayah atau kota. Pemerintahan Kota, daerah tidak bisa menjalankan layanan publik dengan baik, kalau tidak tercipta keamanan dan ketertiban masyarakat,” jelas Abdul Haris dalam keterangan yang diterima redaksi, Senin malam (5/8).
Lanjut dia, Polri sebagai lembaga penegak hukum di Indonesia, sangat tepat jika berada di bawah Kemendagri.
“Itu guna mendukung pelaksanaan otonomi daerah yang lebih efektif. Usulan ini memerlukan perumusan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Polri agar tugas dan tanggung jawab Polri lebih selaras dengan kebutuhan daerah,” ungkapnya.
Dia mendorong DPR RI sebagai inisiator RUU ini harus sensitif terhadap isu-isu substansial yang menjadi pokok permasalahan, sehingga dapat menghasilkan regulasi yang memperkuat desentralisasi dan otonomi daerah.
“Selain itu juga meningkatkan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat,” bebernya.
Masih kata Abdul Haris, dalam era Otonomi Daerah, Provinsi, Kabupaten Kota, mendapatkan kewenangan dan kesempatan untuk memajukan pembangunan daerah, salah satu kewenangan pemerintah Daerah, baik tingkat Provinsi, kebupaten/kota, yang tertuang dalam UU Nomor 23 Tahun 2014.
“Pemerintah Provinsi dan Kabuaten/Kota, memiliki tugas penanganan gangguan ketentraman dan ketertiban umum di wilayahnya serta penegakan Perda Provinsi dan Peraturan Gubernur, Bupati, Walikota,” pungkasnya.
BERITA TERKAIT: