Hal itu disampaikan Ketua Centra Initiative, Al Araf yang menilai penempatan anggota TNI tersebut tak sesuai dengan Undang-undang Nomor 34/2004 tentang TNI.
“Panglima TNI perlu menarik anggotanya yang di Kejagung karena itu tidak sesuai dengan UU TNI. Presiden bisa memerintahkan panglima TNI untuk menarik pasukannya di kejaksaan agung karena tidak sesuai dengan UU TNI,” kata Araf dalam keterangannya, Selasa (28/5).
Dia menegaskan pengerahan Puspom TNI di lingkungan Kejagung kurang tepat. Menurutnya, pengerahan militer dalam tugas operasi militer selain perang hanya bisa dilakukan jika ada keputusan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) UU TNI.
“Dalam konteks itu, tugas-tugas menjaga Kejagung oleh POM TNI tanpa ada keputusan presiden maka jelas melanggar UU TNI. Walaupun ada MoU antara TNI dan Kejagung, MoU tersebut salah dan keliru,” ujarnya.
Lebih lanjut, Araf menyebut jika benar ada masalah dengan lembaga negara lain, Kejagung mestinya melaporkanya kepada Presiden bukan dengan melibatkan militer dan Puspom TNI.
Dia mengingatkan dalam menjalankan tugasnya, TNI harus berpijak pada UU TNI.
“Hal itu tidak akan menyelesaikan masalah tetapi justru akan menambah masalah baru dan konflik tak kunjung selesai,” jelasnya.
Sebelumnya, seorang Anggota Detasemen Khusus Antiteror (Densus) 88 diduga menguntit Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) Febrie Adriansyah saat makan malam di salah satu restoran di Cipete, Jakarta Selatan.
Satu dari anggota Densus 88 tertangkap basah saat memantau makan malam Febrie.
Atas insiden itu, personel Polisi Militer (PM) TNI dikerahkan guna melakukan pengamanan khusus di Kejaksaan Agung RI sejak Jumat kemarin (24/5).
Peningkatan pengawasan dilakukan setelah adanya dugaan peristiwa penguntitan terhadap Jampidsus oleh oknum anggota Densus 88.
Langkah ini diambil sebagai respons atas kekhawatiran dan ancaman yang dirasakan setelah kejadian tersebut.
BERITA TERKAIT: