Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Hamdi Muluk: Contoh Pemuda Zaman Dahulu Sebelum Indonesia Merdeka

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Jumat, 03 November 2017, 15:08 WIB
Hamdi Muluk: Contoh Pemuda Zaman Dahulu Sebelum Indonesia Merdeka
Hamdi Muluk/Net
rmol news logo Generasi muda Indonesia diharapkan dapat selalu menjaga keutuhan bangsa dan mengisi kemerdekaan dengan berbagai macam kegiatan yang positif. Hal ini agar generasi muda sebagai harapan bangsa bisa terus bersatu, nantinya tidak terpecah belah.  

"Anak-anak muda sekarang ini kan sudah menikmati kemerdekaan, karena mereka dulu tidak terlibat langsung dalam masalah pembentukan negara ini. Anak-anak muda sekarang harus lebih konsen kepada keahliannya. Sehingga sekarang inilah bagi generasi muda kita harus mengisi kemerdekaan ini," ujar Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Prof. Dr. Hamdi Muluk di Jakarta, Jumat (3/11).

Dikatakan Hamdi Muluk, hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 itu merupakan salah satu cara untuk menciptakan kesadaran bahwa Indonesia itu ada. Hamdi lantas mengutip pernyataan Prof. Benedict Richard O'Gorman Anderson, seorang peneliti kelahiran Kunming, Tiongkok, 26 Agustus 1936 yang meninggal di Batu, Jawa Timur, 13 Desember 2015. Di mana Anderson yang beberapa kali melakukan penelitian tentang Indonesia. Dalam salah satu bukunya ‘Revolusi  Pemuda 1944-1966’, Hamdi mengatakan bahwa Indonesia ini sebenarnya mempunyai bentuk yang konkrit seperti ada tanah, ada kebudayaan yang banyak, ada orang Indonesia.

"Yang dimiliki Indonesia dulu itu adalah suku-suku. Geografisnya sebenarnya dulu itu katanya Andeson juga tidak ada. Yang ada tanah Jawa, tanah Batak, tanah Kalimantan, tanah Ambon dan tanah-tanah seterusnya termasuk suku budayanya," ujar Hamdi menjelaskan penelitian Anderson.

Karena dijajah oleh penjajah yang sama dan punya kesamaan nasib, lalu berikrarlah para pemuda zaman dulu itu menjadi satu ikatan, yang waktu itu dibayang-bayangkan sebagai komunitas imajiner, bukan sebagai komunitas yang riil.

"Jadi bersumpahlah para pemuda-pemuda semua itu bagaimana mereka mempersatukan demi tanah yang satu menjadi Tanah Air Indonesia, menjadi bahasa yang satu yakni Bahasa Indonesia dan menjadi bangsa yang satu Bangsa Indonesia dan berikrarlah mereka itu dulu. Itu menjadi dasar mereka untuk membuat Indonesia," ujar Hamdi.

Lebih lanjut pria yang menjadi koordinator program master dan doktoral fakultas psikologi Universitas Indonesia ini menceritakan, sampai tahun 50-60an saat para founding fathers bersama-sama bersatu untuk membangun bangsa. "Nah ketika sudah mulai masuk sekitar tahun 80-an anak-anak ini sudah mulai menikmati pembangunan ini, apalagi tanahnya sudah jadi, Indonesianya sudah jadi. Itu yang harus dimanfaatkan generasi muda kita dengan sebaik mungkin," ujarnya

Menurut dia, penyakit anak muda sekarang biasanya sangat mudah diiming-iming oleh kelompok yang ingin mengganti ideologi bangsa ini. Kelompok tersebut menghasut dengan manajemen negara ini gagal karena adanya korupsi, banyak ketidakadilan dan sebagainya.

"Itu dijadikan alasan oleh kelompok-kelompok tersebut untuk mendirikan negara khilafah. Sehingga sebagian anak muda kita begitu percaya dan berpikiran ‘negara ini nggak bener ya formatnya’. Itu yang terjadi dan harus diwaspadai," terangnya.

Namun begitu, ia tidak setuju jika anak muda yang kreatif di negara ini dibilang sedikit. Justru potensi besar para pemuda banyak ketutup oleh pemberitaan media masalah politik, pemberitaan kelompok-kelompok radikal dan pemberitaan lainnya.

"Kalau kita melihat hasil survei 80 persen khususnya anak muda kita ini sudah tidak masalah terhadap NKRI dan Pancasila kita ini, mereka setuju dengan ideologi kita ini. Tapi 20 persen ini yang punya masalah karena mereka menganggap Pancasila ini sudah tidak relevan lagi, ini yang perlu diwaspadai agar generasi muda yang 80 persen ini jangan terbawa arus itu (radikal)," ucapnya.

Hamdi Muluk juga mengingatkan bahwa memang harus ditumbuhkan kepada generasi muda bahwa dulu dalam membentuk negara ini berdarah-darah dan pengorbanannya cukup besar. "Mahal sekali ongkosnya kalau generasi muda ini berfikir mengganti negara dengan khilafah selain ideologi selain Pancasila. Mahal sekali itu. Pasti akan ada disintegrasi. Ini yang harus disadari anak muda kita," katanya.

Ia menambahkan, peringatan Hari Pahlawan 10 November nanti harusnya menjadi renungan, bukan sekedar peristiwa peperangan di Surabaya saja yang dinilai sebagai puncaknya, namun dilihat secara keseluruhan. "Bahwa negara ini bukan hadiah dari penjajah, tapi direbut dengan berdarah-darah. Bukan hanya pahlawan perang fisik, tapi juga masyarakatnya juga ikut menyumbang makanan, ada yang menggadaikan emas buat perjuangan pada saat itu. Ada yang berjuang lewat pendidikan, lewat politik dan ada juga yang mengirim misi diplomasi ke luar negeri minta dukungan politik untuk menurunkan tentara NICA Belanda dan sekutunya pada saat itu supaya ada perundingan," urainya.

Pemuda zaman sekarang, menurut Hamdi, harus bisa mencontoh pemuda zaman dahulu sebelum Indonesia merdeka. "Mau apapun sukunya, apapun agamanya semuanya bisa bersatu bahu membahu dan berkorban demi kemajuan bangsa. Kita jangan mau kalah dengan bangsa lain. Itu yang harus disadari anak muda sekarang," katanya mengakhiri.[wid]  

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA