Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

BSSN Mandeg, Ancaman Siber 2018 Semakin Besar

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Selasa, 24 Oktober 2017, 08:57 WIB
BSSN Mandeg, Ancaman Siber 2018 Semakin Besar
Pratama Persadha/ CISSReC
rmol news logo Sejak dikeluarkan Peraturan Presiden (Pepres) pembentukan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) pada Mei lalu, sampai saat ini BSSN masih belum memiliki strukturnya.

Padahal ancaman siber sepanjang 2017 sangat memprihatinkan, mulai dari
wannacry hingga nopetya yang efeknya sangat memprihatinkan.

Hal ini disampaikan oleh pakar keamanan siber, Pratama Persadha dalam
seminar nasional Joint Statement Forum di Jakarta, kemarin.

"Masyarakat awam juga kini mulai merasakan ancaman cybercrime bahkan di
banyak negara yang pernah menjadi target perang siber, masyarakatnya
menjadi pihak paling dirugikan. ATM mati, listrik mati, bahkan gas
sebagai penghangat ruangan juga tidak berfungsi," jelas chairman lembaga
keamanan siber CISSReC (Communication and Information System Security
Research Center) ini.

Pratama melanjutkan, selain regulasi dan infrastruktur, keamanan dunia
siber juga perlu didukung dari sisi pemerintah selaku pemegang
kekuasaan. Pembentukan BSSN melalui Perpres Nomor 53 Tahun 2017 merupakan langkah awal pemerintah dalam menyikapi isu strategis ini.

"Sayangnya, hingga kini BSSN belum resmi disahkan akibat struktur
organisasi dan susunan tugas pokok dan fungsi yang belum rampung. Di
tengah semakin tingginya ketergantungan manusia akan teknologi
informasi, keamanan siber tentu harus menjadi prioritas utama negara,
sebelum kerugian yang lebih besar menimpa Indonesia," imbuh pria asal
Cepu, Jawa Tengah ini.

Potensi ancaman siber pada 2018 jelas akan bertambah besar jika BSSN
masih belum efektif berjalan. Sepanjang 2016 saja, urai dia, biaya kerugian akibat
cybercrime secara global mencapai 450 miliar dolar.

“Angka tersebut bisa terus naik bila para netizen, khususnya di kota
besar yang banyak terkait dunia usaha dan pemerintah, masih mempunyai
kesadaran siber yang rendah. Kelalaian sederhana bisa berakibat fatal,”
terangnya.

Berdasarkan survei, tingkat kesadaran siber pengguna internet di
Indonesia memang masih tergolong rendah. Pada kasus Wannacry, misalnya,
masyarakat cenderung abai terhadap himbauan pemerintah untuk melakukan
setting pada PC atau laptop bersistem operasi Windows.

“Dengan data tersebut dan ditambah BSSN yang belum berjalan tentu akan
memperbesar peluang serangan siber. Ini juga akan menjadi pertimbangan
negatif investor ke tanah air," lanjut Pratama.

Kasus peretasan website Telkomsel dan tiket.com merupakan sebagian kecil
contoh rendahnya tingkat keamanan siber di Indonesia. "Seharusnya dari
kedua kasus itu dapat dijadikan pelajaran sekaligus peringatan bahwa
ancaman cybercrime di Indonesia sudah di depan mata," tukasnya.[wid] 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA