Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Amerika Serikat Ingin Belajar Masalah Penanggulangan Terorisme Dari Indonesia

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Rabu, 12 Juli 2017, 11:49 WIB
Amerika Serikat Ingin Belajar Masalah Penanggulangan Terorisme Dari Indonesia
Suhardi Alius-Thomas P. Bossert/BNPT
rmol news logo Indonesia dan Amerika Serikat (AS) terus berupaya bersama-sama dalam upaya penanganan masalah terorisme.

Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol. Suhardi Alius usai melakukan pertemuan bilateral dengan Thomas P. Bossert selaku Assistant to the US President for Homeland Security and Counterterrorism (Asisten Khusus Presiden AS untuk Keamanan Nasional dan Penanggulangan Terorisme) di Gedung Putih, Washimgton DC, AS, Selasa (11/7).

Kepala BNPT menjelaskan, pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya antara Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Retno Lestari Priansari Marsudi dengan Thomas P. Bossert pada bulan Juni lalu. Pada pertemuan itu Bossert ingin melakukan pertemuan dengan Kepala BNPT  dalam rangka untuk  menggali informasi mengenai upaya serta pengalaman Indonesia dalam menanggulangi terorisme.

“Mr. Bossert ingin tahu mengenai bagaimana pengalaman Indonesia selama ini dalam menanggulangi terorisme termasuk diantaranya mengenai tantangan dari ‘FTF (Foreign Terrorist Fighter) returnees’ baik terhadap Indonesia maupun kawasan lain, serta upaya meningkatkan kerjasama penanggulangan terrorisme antar kedua negara,” ujar Suhardi.

Kepada Bossert, mantan Kabareskrim Polri ini menyampaikan bahwa pentingnya upaya untuk menyeimbangkan antara penggunaan pola hard approach (pendekatan keras) dan soft approach (pendekatan lunak) dalam penanggulangan terrorisme tersebut.

“Terlebih dalam soft approach Indonesia relatif berhasil dalam program deradikalisasi, di mana teroris yang telah menjalani masa hukuman dari sebanyak 560 orang hanya 3 orang yang kembali melakukan tindakan terorisme,” ujar alumni Akpol 1985 ini.

Dikatakan mantan Kapolda Jawa Barat ini, program kontra-radikalisasi yang dilakukan BNPT yakni dengan menggandeng unsur masyarakat termasuk pemuda, netizen dan juga mantan aktivis teroris untuk melakukan counter narative telah menjadi program unggulan nasional.

“Dan ini juga berjalan efektif,” kata mantan Kadiv Humas Polri ini.

Selanjutnya Kepala BNPT menyampaikan bahwa BNPT yang terbentuk berdasarkan Peraturan Presiden No.46 tahun 2010, memiliki peran strategis dalam mengkoordinasikan penyusunan kebijakan, strategi dan program penanggulangan terorisme.

“Dan ini diperkuat dengan Instruksi Presiden untuk berkolaborasi dan bersinergitas dengan melibatkan sebanyak  32 Kementerian/Lembaga dalam program penanggulangan terorisme. Selain itu, BNPT juga memiliki tugas operasional melalui pemberdayaan Satgas (Satuan Tugas),” ujar mantan Wakapolda Metro Jaya ini.

Thomas P. Bossert sendiri menurut Suhardi menyatakan ketertarikannya dalam program deradikalisasi yang sudah dijalankan oleh Indonesia. Keinginan Administrasi Donald Trump untuk membuat Strategi Penanggulangan Terorisme AS yang baru akan memperhatikan 4 elemen utama dalam program deradikalisasi di Indonesia yakni melalui identifikasi, rehabilitasi, re-edukasi, dan re-integrasi.

Khusus untuk peningkatan kerja sama antar kedua negara dalam penanggulangan terorisme, Suhardi juga menyampaikan bahwa perlu adanya payung hukum antar kedua negara dalam menanggulangi terorisme.

“Tentunya perlu adanya pendekatan whole-government approach antar kedua negara untuk saling memberikan penilaian serta arahan kebijakan kedua negara dalam kerja sama penanggulangan terorisme. Hal ini dapat didukung oleh Thomas P. Bossert,” kata pria kelahiran Jakarta, 10 Mei 1962 ini.[san]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA