Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Imparsial: Penggusuran Warga Oleh TNI Langgar UU!

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Rabu, 26 Agustus 2015, 16:12 WIB
Imparsial: Penggusuran Warga Oleh TNI Langgar UU<i>!</i>
ilustrasi/net
rmol news logo Di dalam UU sudah jelas tertulis bahwa aparat militer dilarang melakukan penggusuran terhadap rumah-rumah milik warga sipil. TNI juga tidak boleh terlibat dalam penggusuran rumah warga tanpa ada keputusan politik Presiden.

Begitu dikatakan Direktur Program Imparsial, Al Araf dalam keterangan persnya, Rabu (26/8). Pernyataan itu terkait dugaan penggusuran paksa ratusan anggota TNI terhadap 33 kepala keluarga yang tinggal di Jalan Setia Budi  RT 04 / RW 02 Kelurahan Srondol Kulon Kecamatan Banyumanik Semarang.

"TNI tidak boleh terlibat dalam penggusuran rumah warga tanpa ada keputusan politik presiden. Hal ini mengacu kepada UU TNI pasal 7 ayat 1, ayat 2, dan ayat 3,” tegas Al Araf.

Dijelaskannya, sesuai UU TNI pasal 7 di dalam ayat 1 tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 45, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Sedangkan pada ayat 2disebutkan tugas pokok TNI sesuai yang dimaksud pada ayat 1 adalah operasi militer untuk perang, mengatasi gerakan separatis bersenjata, mengatasi pemberontakan bersenjata, mengatasi aksi terorisme, mengamankan wilayah perbatasan mengamankan obyek vital nasional yang bersifat strategis, melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri, mengamankan Presiden dan Wapres serta keluarganya.

Selain itu, di dalam UU TNI tersebut disebutkan pula kalau tugas TNI adalah membantu Polri dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang, membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia, serta membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan dalam  pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan.

"Nah, di ayat 3 pasal 7 UU TNI itu disebutkan ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat 2 tersebut dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara, dalam hal ini presiden sebagai panglima tertinggi TNI.  Jadi gak ada sama sekali TNI dilibatkan dalam penggusuran rumah-rumah penduduk, apalagi status tanahnya dalam sengketa sesama warga sipil. Jelas tindakan aparat TNI Kodam IV Diponegoro sudah melanggar UU TNI itu sendiri,” pungkas Al Araf.

Sebelumnya, Ketua SETARA Institute Hendardi juga menyesalkan penggusuran paksa yang dilakukan ratusan personil tentara Kodam IV Diponegoro itu.  Ia meminta agar warga yang digusur harus mengajukan tuntutan ganti rugi, serta melaporkan  tindakan mereka ke segenap pimpinan TNI, termasuk ke Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla. ”Mereka harus melaporkan masalah ini ke segenap  pimpinan TNI di Jakarta, mintakan keadilan kepada pimpinan TNI. Mereka juga harus mengajukan gugatan hukum. Apalagi ada indikasi kepentingan bisnis atas lahan tersebut,” tandas  Hendardi.

Untuk diketahui, pada Sabtu pagi (25/7) lalu sekitar 500 personil Kodam IV Diponegoro tanpa surat peringatan sama sekali, dan tanpa dasar hukum yang jelas  menggusur paksa 33 kepala keluarga yang tinggal di Jalan Setia Budi  RT 04 / RW 02 Kelurahan Srondol Kulon Kecamatan Banyumanik Semarang. Meski sudah dihalangi ketua RT setempat, Tri Toto dan warga lainnya mereka bersikeras kalau penggusuran harus dilakukan sesuai perintah atasan. ”Mereka hanya bilang ini perintah atasan, lalu tanpa babibu alat-alat berat mereka seperti beko dan buldoser langsung masuk menerjang rumah warga, nyaris semua rumah diratakan dengan tanah, barang-barang juga dirusak mereka,” ungkap Tri Toto.

Menurut Tri Toto didampingi kuasa hukum warga Yosep Parera, tindakan aparat membuldoser pemukiman warga setelah adanya pihak-pihak yang mengklaim sebagai pemilik lahan yang digusur itu, yakni para pemilik sertifikat hak milik (SHM) dari lahan seluas 6.400 meter persegi itu, yaitu pemilik SHM Nomor 3424 atas nama Veronika Maria Winarti Ongko Juwono, SHM Nomor 3425 atas nama Antonius Sukiato Ongko Juwono, SHM Nomor 3426 atas nama Ir Swanywati Ongko Juwono, SHM Nomor 3427 atas nama Ninarti Ongko Juwono, SHM Nomor 3428 atas nama Tjitra Kumala Dewi Wongso yang mana semua sertifikat tanah mereka diterbitkan oleh kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Semarang. Sementara alasan tentara membuldoser pemukiman warga karena lahan itu adalah lahan negara yang sudah diokupasi Kodam IV Diponegoro.

Ia menambahkan, ketika kantor BPN sudah menerbitkan sertifikat tanah atas nama kakak beradi Ongko Jowono cs, maka status tanah negara sudah gugur dengan sendirinya. ”Lantas ada apa ratusan tentara dari Kodam IV Diponegoro yang malah melakukan penggusuran. Kalau memang lahan itu milik sipil yaitu Ongko Juwono cs, seharusnya Ongko Juwono cs yang mengajukan proses hukum sesuai hukum sipil yang berlaku misalnya gugatan perdata. Bukannya malah tentara yang justru menghancurkan rumah warga, mereka aparat Kodam Diponegoro sama sekali tak punya dasar hukum dalam melakukan penggusuran. Kami juga sudah mendaftarkan gugatan ganti rugi ke Pengadilan Negeri Semarang pada hari Jumat 14 Agustus lalu,” pungkas Tri Toto. [sam]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA