Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ini Kelemahan Lain dari Kebijakan Mengangkat Perwira TNI Jadi Kepala Satpol PP

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Selasa, 14 Oktober 2014, 01:19 WIB
Ini Kelemahan Lain dari Kebijakan Mengangkat Perwira TNI Jadi Kepala Satpol PP
ilustrasi/net
rmol news logo Selain seolah mengecilkan institusi TNI, kebijakan merekrut perwira TNI menjadi Kepala Satuan Polisi Pamong Praja berpotensi mengabaikan tatanan koordinasi yang sudah terjalin baik antar institusi Satpol PP, TNI dan Polri.

Demikian disampaikan  anggota DPRD Kota Bandung yang juga Wakil Ketua Fraksi Hanura, Ade Fahruroji, menanggapi rencana Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil, mengangkat perwira TNI berpangkat Mayor dari satuan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) menjadi Kepala Satpol PP Kota Bandung.

Menurut dia, sejatinya urusan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat merupakan fungsi kepolisian. UU 2/2002 tentang Polri, menyatakan bahwa Polri pengemban fungsi tersebut yang dibantu oleh kepolisian khusus, PPNS dan atau bentuk pengamanan swakarsa. Satpol PP terkategori dalam kepolisian khusus. Hubungan Satpol PP dengan Polri juga dipertegas dalam UU ini dengan menugaskan Polri untuk  mengatur, menjaga, melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis kepada Satpol PP.

Peraturan Pemerintah 6/2010 tentang Satpol PP juga menyatakan, dalam pelaksanaan tugasnya, Satpol PP mempunyai fungsi koordinasi dengan Polri dan dapat meminta bantuan Polri atau aparatur lainnya. Ketika perbantuan dilakukan, Satpol PP bertindak selaku kordinator operasi lapangan. Koordinasi tidak hanya di tingkat Satpol PP, UU 23/2014 Tentang Pemda juga memposisikan Walikota sebagai Ketua Forum Koordinasi Pimpinan Daerah yang beranggotakan Ketua DPRD, Kapolrestabes, Kejaksaan Negeri, dan unsur TNI.
"Forum ini diantaranya berfungsi melakukan penilaian intensitas dan ekstensitas gangguan ketentraman dan ketertiban umum, keamanan dan ketertiban masyarakat, serta ketahanan negara, dan menentukan langkah-langkah pencegahan dan penanggulangannya," jelas Ade dalam penjelasan tertulis (Senin, 13/10).

Selain itu, harus memperhatikan juga UU Aparatur Sipil Negara Nomor 5 Tahun 2014 dan Permen PAN 13/2014 yang mengatur secara jelas mekanisme rekrutmen pejabat pratama selevel Kasatpol PP. Perwira TNI yang akan mengisi jabatan Kasatpol PP dikategorikan sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Perekrutan PPPK harus dilakukan secara terbuka dan kompetitif melalui tahapan perencanaan, pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi dan pengangkatan, dengan terlebih dahulu Walikota membentuk panitia seleksi. Panitia seleksi memilih 3 (tiga) calon untuk setiap 1 (satu) lowongan jabatan. Walikota kemudian memilih 1 (satu) dari 3 (tiga) calon tersebut untuk ditetapkan dan dilantik.

"Ketika tiba-tiba Walikota mengumumkan nama Perwira TNI untuk menjabat Kasatpol PP, apakah ini tidak melanggar UU dan Peraturan Menteri?" gugat Ade. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA