Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Mayjen (Purn) TB Hasanuddin, mengatakan, ada beberapa prinsip pengamanan VVIP (presiden). Pertama, prinsip dasar pengamanan VVIP adalah zero risk. Kedua, tidak mengurangi komunikasi, privasi dan kemungkinan kebebasan untuk melakukan kegiatan keseharian. Ketiga, pada titik tertentu ada batas-batas pengamanan.
"Menurut saya, itu semua bisa dikombinasikan bukan hanya dengan pengamanan fisik melulu, tapi juga dengan data intelijen yang akurat. Itu teorinya," terang Hasanuddin kepada
Rakyat Merdeka Online, Senin sore (8/9).
Mantan Sekretaris Militer Presiden (Sesmilpres) itu mengatakan, pengamanan Presiden harus mengakomodir subjek yang diamankan. Atau, membuat yang diamankan jadi nyaman tapi tetap aman.
"Biarkan subjek bergerak ke mana-mana tapi juga aman dengan kawalan kita. Lalu semua itu dikombinasikan dengan data intelijen," ujarnya.
Data intelijen akan menyebutkan ada atau tidak ancaman kepada presiden jika presiden berkunjung ke suatu daerah.
"Tapi kalau sedang di rumah sendiri juga, kalau memang data intelijen menyebut akan ada penyerbuan, ya pengamanan dilengkapi. Itu berlaku untuk di Istana Presiden sekalipun. Pengamanan oleh Paspampres adalah aplikasi dari data intelijen," terangnya.
Dalam praktik pengamanan presiden selama ini, dari mulai Presiden Soeharto, Habibie, Gus Dur, Megawati dan SBY, subyek yang diamankan juga perlu menyampaikan keluhan kepada pasukan pengamanannya.
"Selalu ada prinsip pengamanan, tapi itu bukan harga mati. Tidak ada masalah," tegasnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: