Sebaliknya, tindakan menggunakan Kedutaan sebagai pusat dan sarana penyadapan adalah tindakan hina. Kedutaan AS dan Australia tidak boleh jadi pusat dan sarana penyadapan terhadap Indonesia, seperti dikatakan dokumen Edward Snowden yang belum mendapat bantahan kedua negara tersebut sampai hari ini.
"Saya mengecam sekerasnya penyadapan AS dan Australia. Ini harus disikapi pemerintah Indonesia bahwa RI sejatinya tidak butuh mereka. Kita memerlukan mitra, bukan pendusta apalagi penista," kata Wakil ketua Komisi I DPR RI, Ramadhan Pohan, lewat pernyataan tertulis kepada wartawan, Kamis (7/11).
Di era reformasi dan kemajuan teknologi informasi, Indonesia telah menjadi negara yang sangat terbuka. Info apapun dapat diperoleh dari sumber terbuka atau setengah terbuka.Sedangkan, tegas Ramadhan, penyadapan adalah short cut dalam mencari info yang masuk kategori hina nista dalam diplomasi.
"Penyadapan itu simbol keterbatasan atau
low quality sumber daya manusia. Memalukan jika AS dan Australia mau melakukannya," tegasnya.
Jika AS dan Australia tidak juga meminta maaf, Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat ini akan meminta DPR RI untuk mendesak Pemerintah RI meninjau ulang hubungan dan kerjasamanya dengan AS dan Australia, termasuk kerjasama dalam kemitraan strategisnya.
"Masih banyak negara lain, seperti China, Rusia, Jerman dan lainnya yang bisa menggantikan posisi AS-Australia," tutupnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: