Minyak Produksi KKKS Dinilai Terlalu Mahal

Lebih Baik Pertamina Maksimalkan Ladang Tua

Rabu, 01 Februari 2012, 08:48 WIB
Minyak Produksi KKKS Dinilai Terlalu Mahal
ilustrasi
RMOL. Rencana Pertamina untuk mem­borong semua produksi mi­nyak di dalam negeri menda­patkan kritikan dewan. Anggota Komisi VII DPR Azwir Dainy Ta­ra menilai, harga minyak men­tah yang diproduksikan kontrak­tor kontrak kerja sama lebih ma­hal, sehingga tidak ekonomis jika dibeli Pertamina. “Karenanya, mereka (KKKS) lebih mengeks­por produknya ke luar negeri,” ka­tanya di Jakarta, kemarin.

Di sisi lain, menurut dia, pe­me­rintah tidak bisa menge­luarkan regulasi yang memaksa KKKS untuk menjual bagian minyaknya ke Pertamina. “KKKS bebas men­jual ke manapun. Mau ke do­mestik atau ekspor,” katanya.

Ia juga mengatakan, sesuai kon­trak bagi hasil, pemerintah dan KKKS sudah terdapat bagian minyaknya masing-masing.    “Ar­­tinya, kontraknya sudah menetap­kan bagiannya masing-masing. Se­lanjutnya, minyak hasil pemba­gian tersebut bebas dijual peme­rintah dan KKKS ke pembeli ma­na­pun,” ujarnya.

Ia menambahkan, produksi mi­nyak mentah dalam negeri cen­derung stagnan dan bahkan me­nurun, sehingga tidak mampu me­menuhi seluruh kapasitas ki­lang Pertamina yang mencapai satu juta barel per hari. Kare­na­nya, Perta­mina harus membeli minyak men­tah dari beberapa negara lain. Di sisi lain, menurut dia, peran Perta­mina mesti diper­kuat melalui re­visi Undang-Undang Migas.

Sedangkan Anggota Komisi VII DPR, Dito Ganinduto menga­takan, Pertamina mesti mencari minyak mentah  dengan harga ter­murah.  Me­­nurut dia, marjin ki­lang cen­derung tipis, sehingga Per­tamina mesti memperoleh harga “crude” yang baik. “Se­hing­­­ga, mampu menghasilkan produk yang kom­petitif dengan asing seperti Shell, Petronas, dan Total,” kata dia.

Sebelumnya, Pertamina me­minta pemerintah mengeluarkan regulasi yang mengalokasikan 210.000 barel minyak mentah per ha­ri, yang merupakan jatah KKKS untuk diolah di kilang mi­lik Per­tamina. Juru Bicara Per­ta­mina M. Harun mengatakan, pi­haknya siap membeli minyak men­tah yang selama ini diekspor oleh KKKS tersebut dengan har­ga yang kompetitif.

“Kami meminta dukungan pe­merintah untuk menyempurna­kan regulasi yang memberikan opsi kepada Pertamina membeli minyak mentah bagian kontraktor yang selama ini diekspor. Karena saya lihat langkah ini lebih efisien dibandingkan dengan impor mi­nyak. Karena dengan membeli pro­duk dalam negeri tidak perlu ongkos angkut,” jelas Harun.

Dari produksi minyak mentah Indonesia sekitar 900.000 barel per hari, sebanyak 210.000 barel per hari yang merupakan bagian KKKS, masih diekspor ke luar negeri. Minyak mentah bagian KKKS yang diekspor itu adalah jenis Sumatera Light Crude 64.000 barrel per hari, Duri 81.000, Arjuna 4.000, Cinta 9.000, Widuri 9.000, Ataka 6.000, Handil 5.000, Belida 4.000, Geragai 3.000, Kaji 8.000, dan Senipah 30.000 barel.

Padahal, dari kapasitas kilang Pertamina sekitar satu juta barel minyak mentah per hari, hanya 534.000 barel yang diproduksi­kan di dalam negeri, masuk ke kilang BUMN tersebut. Minyak mentah itu merupakan bagian pemerintah dan seluruh produksi Pertamina. Sisanya, sekitar 300.000-400.000 barel lainnya ma­­­sih diimpor Pertamina.   [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA