Direktur Sekolah Mazhab Ciputat Zezen Zaenal Mutaqin menekankan bahwa sekolah ini turut menandai keberanian untuk menafsir ulang khazanah Islam secara kreatif, membuka diri terhadap ilmu pengetahuan modern, serta merespons tantangan sosial, politik, dan kebangsaan Indonesia.
Zazen berharap dari sini muncul generasi pemikir, aktivis, dan akademisi yang berperan penting dalam memperkaya wacana Islam, demokrasi, dan kemanusiaan di Indonesia.
"Karena itu Mazhab Ciputat bukan sekadar sebutan geografis, melainkan sebuah simbol tradisi berpikir kritis, dialogis, dan progresif yang berakar pada pergulatan intelektual," kata Zezen dalam keterangan yang diterima redaksi di Jakarta, Minggu, 28 September 2025.
Lanjut dia, kini Mazhab Ciputat dihidupkan kembali sebagai sebuah wadah yang mengusung api intelektual yakni api yang menyalakan keberanian berpikir kritis, keberpihakan pada keadilan sosial, dan keterbukaan terhadap dialog lintas tradisi.
"Melalui riset, publikasi, diskusi, dan kerja-kerja intelektual lainnya, Mazhab Ciputat berkomitmen untuk terus menghadirkan Islam yang relevan dengan zaman, sekaligus meneguhkan peran intelektual dalam membangun peradaban Indonesia yang inklusif, adil, dan berkeadaban," tandas Ketua Program Studi Magister Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) ini.
Dua intelektual muslim yang lahir dari "rahim" Mazhab Ciputat tampil sebagai narasumber studium generale, yakni Ketua Dewan Pers sekaligus Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2006–2015 Komaruddin Hidayat dan tokoh feminis sekaligus mantan Direktur Eksekutif Rumah Kita Bersama (Rumah KitaB) Lies Marcoes Natsir. Studium generale berlangsung interaktif berbasis intelektual antara dua narasumber dengan para peserta.
Komaruddin Hidayat menyambut baik pembentukan Sekolah Mazhab Ciputat dan pembukaan resmi empat sekolah pada Sekolah Mazhab Ciputat angkatan 1.
Bagi dia, keberadaan Sekolah Mazhab Ciputat merupakan upaya dan tindakan konkret untuk membangun tradisi intelektual Mazhab Ciputat yang inklusif bagi semua kalangan dan golongan.
Dalam rentang keberadaan Mazhab Ciputat, kata Komaruddin, ada banyak tokoh dan intelektual yang muncul dan mewarnai khazanah keilmuan dan intelektualitas di Indonesia.
"Saat ini, kita perlu menegaskan kembali dan memperteguh gagasan keindonesiaan, keislaman, dan kemanusiaan. Saya mengharapkan, keberadaan Sekolah Mazhab Ciputat dapat tetap membangun tradisi intelektual berdasarkan keindonesiaan, keislaman, dan kemanusiaan," ujar Komaruddin.
Ia menekankan, tradisi intelektual Ciputat atau Mazhab Ciputat harus berakar pada pemikiran dengan membaca berbagai karya, dialog/diskusi, dan tulisan.
Menurut Komaruddin, program-program utama Sekolah Mazhab Ciputat yang saat ini ada berupa empat sekolah, roundtable series, dan klub kajian buku (KKB).
Lanjut dia, karya tulisan bagi para peserta Sekolah Mazhab Ciputat menjadi muara penting yang harus pula mendapatkan porsi lebih. Bagi Komaruddin, Sekolah Mazhab Ciputat pun seyogianya menekan etos cinta ilmu.
"Etos cinta ilmu sangat penting, nafasnya cinta ilmu. Ilmu itu harus mengalir. Ketika membaca buku, anda harus mengeluarkannya dengan menulis dan diskusi karena diskusi lebih tertata dan lebih bertanggung jawab. Ibarat air di keran, air akan mengalir ketika keran itu dibuka. Kapan ilmu itu mengalir? Ketika anda menulis atau mengajar atau diskusi," ucap Komaruddin.
Lies Marcoes Natsir mengungkapkan upaya menghidupkan kembali warisan dan tradisi intelektual Mazhab Ciputat memang harus dilakukan secara berkesinambungan, dari generasi sebelumnya hingga generasi saat ini.
Lies sependapat dengan Komaruddin bahwa tradisi intelektual Mazhab Ciputat berpijak pada cinta pada ilmu dan pemikiran yang inklusif dari berbagai karya intelektual, terbuka dan membuka ruang dialog/diskusi, dan menuangkannya dalam bentuk karya tulis.
Menurutnya, para tokoh dan intelektual Mazhab Ciputat terkenal dengan gagasan dan karya yang menginspirasi berbagai kalangan serta berbuat untuk kepentingan masyarakat luas sesuai dengan bidang masing-masing.
"Fondasi dari Mazhab Ciputat adalah berani berpendapat, berani berpikir, tidak takut mempertanyakan mazhab atau cara pandang ketika berdiskusi atau menuangkan isi pikiran dalam bentuk tulisan. Fondasi inilah yang membentuk seseorang dari Ciputat, termasuk saya yang lahir dari rahim Mazhab Ciputat," ungkap Lies.
BERITA TERKAIT: