Dalam temuannya, persebaran dan pertumbuhan media siber di Indonesia ternyata masih terkonsentrasi di Indonesia bagian barat. Ketimpangan ini berbanding lurus dengan persebaran akses internet di tiap wilayah.
10 provinsi dengan jumlah media siber terbanyak adalah Bengkulu Kepulauan Riau, Banten, Sumatera Selatan, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Jawa Barat Sumatera Utara Lampung dan Jakarta.
"10 provinsi dengan jumlah media siber terbanyak mewakili 44,87 persen dari total media yang tergabung asosiasi pers dan konstituen dewan pers," kata Ketua Komisi Penelitian, Pendataan dan Ratifikasi Pers Dewan Pers Sapto Anggoro di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Rabu (12/6).
Media yang terdaftar di Dewan Pers sampai tahun 2023 ada total 1.800 media, yang jika dirinci ada 1.015 media online, 374 media TV, 18 media radio dan 442 media cetak.
Data menunjukkan mayoritas perusahaan pers di Indonesia masih mengandalkan pendapatan dari iklan dibandingkan pendapatan alternatif.
Untuk menambah pendapatan dari iklan, perusahaan pers mengandalkan pendapatan digital seperti
digital subscription dan
e-paper.
Ketergantungan terhadap iklan dan sulitnya mengembangkan alternative revenue stream memaksa media-media kecil untuk menghemat biaya operasional yang berdampak pada gaji jurnalis.
Akibatnya tidak sedikit jurnalis yang menutupi kekurangan dengan menjadi wartawan ‘Jale’.
Istilah ini kepanjangan dari jatah lelah. Dalam praktik ini, jurnalis menerima sejumlah uang dari narasumber untuk kepentingan mereka.
"Akar masalah ‘Jale’ ada dua perusahaan tak memberi gaji layak dan jurnalis merasa tak bersalah," jelas Sapto.
Atas dasar hal tersebut, untuk mendorong berkembangnya ekosistem pers yang sehat, Dewan Pers memfasilitasi verifikasi perusahaan pers, pendampingan peningkatan kapasitas media, fasilitasi uji kompetensi wartawan dan mendorong terbitnya peraturan tentang
publisher right.
BERITA TERKAIT: