Koordinator Kegiatan Diskusi yang juga Ketua IKPMDI, Asrizal menjelaskan, diskusi ini dihadiri sebanyak 35 perwakilan mahasiswa asal daerah seluruh Indonesia.
"Kegiatan diskusi ini dilaksanakan sebagai wadah perekat persatuan antarmahasiswa seluruh daerah Indonesia, dari Aceh sampai Papua. Kegiatan ini dilaksanakan dengan ide mahasiswa IKPMDI, sebagai organisasi mahasiswa berada di wilayah Yogyakarta," jelas Asrizal kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (21/3).
Diskusi menampilkan pembicara antara lain, Giovany Krey dan Tan Hamzah. Diskusi berlangsung seru karena para peserta aktif bertanya kepada pembicara. Selain itu terjadi diskusi positif antarsesama peserta.
Giovany Krey mengatakan, Yogyakarta sebagai kota pelajar dipenuhi mahasiswa dari berbagai daerah Indonesia. Mulai dari Aceh sampai Papua, bahkan mahasiswa dari luar negeri sekalipun.
"Namun secara eksistensi, mahasiswa keseluruhan di kota pelajar ini belum memproyeksikan mahasiswa seutuhnya secara makna. Masih banyak mahasiswa yang tidak memiliki kepedulian terhadap sosial sekitarnya," kata Giovany mengkritisi kondisi mahasiswa Yogya saat ini.
Selain itu, kata Giovany, banyak mahasiswa yang lupa akan tanggung jawab sebagai personal yang harus meneruskan tanggung jawab intelektualnya.
"Forum-forum diskusi kecil seperti ini perlu dipertahankan untuk merawat kewarasan kami sebagai sejatinya mahasiswa. Juga untuk mempertahankan kondusifitas kota pelajar yang kini telah bergeser secara makna menjadi kota pariwisata," jelas Giovany.
Giovany mengingatkan dan berharap mahasiswa terutama mahasiswa perantau harus ingat tugas dan kewajiban utamanya yakni benar-benar menuntut ilmu.
"Mahasiswa yang ada di Yogya juga diharapkan mampu mempertahankan stigma Yogyakarta sebagai kota pelajar," kata dia.
Sementara itu, Tan Hamzah, menyoroti peran mahasiswa Yogyakarta dalam sentrum gerakan intelektual.
"Adapun Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar, dengan ratusan bahkan ribuan fasilitas untuk mengakses ilmu pengetahuan, yang meliputi universitas, perpustakaan, sanggar, organisasi, sampai warung kopi," jelas Tan Hamzah.
Namun, kata Tan Hamzah, label atau klaim Yogyakarta sebagai kota pelajar patut diuji pada saat ini. Sebab pada masa kini, semua orang sudah bisa mengakses ilmu pengetahuan nonformal (bukan sekolah), dengan adanya internet.
"Hampir semua orang bisa belajar apa saja yang dia inginkan tanpa harus berpindah tempat," ujar dia.
Selain itu, Tan Hamzah mengatakan, mahasiswa sejak era orde baru hingga reformasi dikenal sebagai
Agent of Change dan
Agent of Control.
"Era kejayaan mahasiswa yang dinilai kritis dan berani itu menjadi beban moral bagi siapa pun yang menyandang status mahasiswa hari ini," kata Tan Hamzah.
Tan Hamzah menyebut, mahasiswa merupakan representasi dari gerakan rakyat. Namun untuk menyatukan gerakan mahasiswa, terutama di Yogyakarta, ada banyak variabel yang harus diperhatikan.
Di antaranya yaitu heterogenitas organisasi yang mempunyai basis massa terkadang sulit untuk saling bertemu. Misalnya ada banyak organisasi ekstra kampus, BEM, organisasi kedaerahan, serta mahasiswa nonorganisasi.
"Namun satu hal yang harus paling penting adalah sebagai mahasiswa terpelajar, maka seorang mahasiswa harus mampu menyelesaikan tanggung jawab utama sebagai mahasiswa," pungkas Tan Hamzah.
BERITA TERKAIT: